Senin, 11 Oktober 2010

Dunia Bahu Membahu Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bagi Negara Berkembang.

Oleh: Dr. Jupiter Sitorus Pane.

Seperti yang disampaikan oleh Direktur jenderal Badan Tenaga Atom Internasional IAEA pada Konferensi Umum ke-54, 60 negara negara berkembang telah menunjukkan keinginannya untuk membangun PLTN dan diperkirakan 15-30 PLTN akan dibangun sebelum tahun 2030. Perkembangan ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang ketersediaan bahan bakar nuklir maupun penyimpanan bahan bakar nuklir bekas dan sampah nuklir lainnya dimasa mendatang.
Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi pembahasan yang sangat serius dalam 10 tahun terakhir ini dinatdai dengan dikeluarkannya resolusi IAEA pada tahun 2000 dengan membentuk suatu project internasional yang diberi nama Internasional Project on Innovative Nuclear Reactor and Fuel Cycle (INPRO) yang tugas pokoknya memikirkan masalah yang terkait dengan keberlanjutan energi nuklir melalui langkah-langkah inovasi.INPRO Methodolody dikembangkan sebagai salah satu alat untuk menilai apakah suatu sistem energi nuklir yang sedang direncanakan di dalam suatu negara telah memenuhi persyaratan keberlanjutannya. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan sehingga investasi yang sudah cukup besar dikeluarkan akan menjadi tidak bermanfaat karena tidak tercapainya keberlanjutan sistem energi nuklir. Untuk maksud ini, dalam perencanaan sistem energi nuklir nasional perlu dilakukan evaluasi dengan tinjauan dari sisi ekonomi, keselamatan, lingkungan, keamanan fisik, jaminan tidak digunakan untuk tujuan senjata, siklus bahan bakar dan limbah. Langkah ini sering disebut langkah inovasi secara institutional. Langkah institusional lain yang tengah digarap adalah pembahasan tentang persiapan regulasi maupun institusi untuk menangani pengiriman Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang berdaya nominal kecil dan dapat dipindah-pindahkan (trasportable).
Berbagai kegiatan berkaitan dengan inovasi teknologi telah dilakukan melalui proyek kolaborasi antar lembaga penelitian maupun perorangan dalam menangani masalah-masalah teknologi, termasuk diantaranya melakukan inovasi terhadap pengembangan reaktor cepat sehingga pemanfaatan Uranium 235 dapat dikurangi secara significant. Hal ini sangat perlu untuk mengurangi kecepatan kelangkaan Uranium di masa mendatang.
Dalam INPRO Dialog Forum baru baru ini yaitu dari tangal 4-7 Oktober 2010 telah pula dibahas menganai pendekatan Multilateral untuk menangani berbagai aspek dalam pemanfaatan Teknologi Nuklir. Dalam pertemuan ini dimunculkan wacana untuk mengembangan sharing infrastructure khususnya yang berkaitan dengan pasokan bahan bakar nuklir, limbah radioaktif tingkat tinggi, temasuk sharing kepemilikan bagi negara-negara yang kecil dalam suatu region sehingga kebutuhan listiknya dapat terpenuhi secara bersama.
Dalam kaitannya dengan rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesungguhnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melangkah karena dunia bahu membahu dalam membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dalam suatu project internasional yang disebut INPRO.
Untuk mewujudkan pembangunan PLTN pertama untuk negara-negara yang sudah menunjukkan keinginan untuk membangun PLTN, Badan Internasional IAEA juga telah menyediakan suatu group khusus yang disebut Integrated Nuclear infrastructure Group (INIG). Group ini diberi tugas khusus untuk membantu negara-negara berkembang secara sistematis dalam merencanakan pembangunan PLTNnya.
Read More...

Konferensi Umum ke 54 Badan Tenaga Atom Internasional

Konferensi umum Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA, International Atomic Energy Agency) telah berlangsung 20-24 Septermber yang lalu yang diikuti oleh 151 negara anggota dengan jumlah delegasi sebanyak 1300 orang. Setiap negara anggota menyampaikan pandangannya untuk berbagai aspek yang terkait dengan penggunaan nuklir untuk tujuan damai di negara masing-masing .
Dalam sambutannya Direktur Jenderal IAEA, Y. Amano menyampaikan bahwa perkembangan akan pentingnya energi nuklir telah memberikan dampak yang besar terhadap volume kerja di IAEA khususnya dalam memenuhi kebutuhan negara-negara pendatang baru dalam pemanfaatan energi nuklir. Saat ini ada sebanyak 60 negara yang sudah menyatakan keinginan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), diharapkan akan ada sebanyak 15-30 PLTN yang sudah terbangun sebelum tahun 2030. Untuk maksud tersebut ada empat kebijakan yang diambil oleh IAEA saat ini yaitu:Pertama, Badan ini akan terus berupaya untuk menjawab kebutuhan negara-negara yang akan membangun PLTN. Untuk maksud ini, IAEA telah menambah staf maupun tenaga ahli yang diperbantukan ke IAEA (cost free expert) untuk membantu negara-negara pendatang baru dalam dunia energi nuklir.
Kedua, mendorong institusi-institusi peminjam uang internasional untuk mendorong project nuklir ini dan lebih terbuka dalam memberikan bantuan.
Ketiga, memberi apresiasi yang lebih besar terhadap kehadiran teknologi nuklir dalam mengurangi dampak perubahan iklim,
Keempat, mendorong peningkatan aktivitas bersama dan penyebaran informasi berkaitan dengan pengelolaan limbah radioaktif.
Untuk mencapai sasaran ini IAEA juga terus mendorong akan pentingnya tugas IAEA sebagai pemercepat inovasi, sebagai contoh, melalui INPRO (International Project on Innovative Nuclear Reactors and Fuel Cycles). Melalui INPRO dilakukan pertemuan atau dialog antara pemilik teknologi dan pengguna teknologi untuk menentukan bersama-sama hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian inovasi dibidang teknologi nuklir. Sebagai informasi, Indonesia sangat aktif berperan dalam kegiatan INPRO dengan mengirimkan tenaga ahli yang diperbantukan di bidang ini (CFE) sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Direktur Jenderal IAEA juga menyampaikan usaha-usaha untuk menjamin keberlanjutan pasokan bahan bakar nuklir di masa mendatang. Beliau telah menanda tangani kesepakatan dengan Rusia untuk membangun suatu cadangan uranium pengayaan rendah untuk membantu pasokan bahan bakar nuklir ke negara anggota. Berbagai kegiatan dan diskusi terus dilakuan terkait dengan jaminan pasokan bahan bakar nuklir ini.
Dalam sambutannya beliau juga menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi nuklir untuk bidang-bidang non-nuklir lainnya, keselamatan dan keamanan nuklir, kerjasama teknik, verifikasi nuklir, perkembangan nuklir di Timur Tengah dalam rangka penetapan wilayah tersebut sebagai wilayah bebas senjata nuklir, verifikasi dalam rangka pelucutan senjata nuklir, dan lain-lain yang berkatian dengan isu manajemen di IAEA.
Dalam akhir sambutannya beliau menyampaikan bahwa dalam Konferensi Umum ke-54 ini telah ditetapkan topik Scientific Forum sebagai ”Cancer in Developing Country- Facing Challange.” Kegiatan ini adalah akumulasi dari berbagai kegiatan yang dilakukan pada tahun ini yang telah banyak membuahkan hasil. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan WHO. Dalam pidatonya beliau menghimbau agar negara negara berkembang juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung aktivitas program ini sehingga dapat meningkatkan kualitas kerjasama teknik proyek proyek yang terkait dengan Kanker ini.
Seluruh pernyataan pernyataan dari negara-negara anggota akan dirumuskan kembali dan resolusi-resolusi yang dihasilkan dalam konferensi ini akan dijadikan landasan kerja bagi IAEA untuk kegiatan tahun yang akan datang disamping kegiatan regular yang sudah direncanakan.
Read More...

Kamis, 27 Mei 2010

Bertambah Seorang Professional Nuklir Indonesia Bekerja di IAEA.


Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) yang berkedudukan di Vienna, Austria, telah menerima seorang lagi professional nuklir Indonesia bekerja sebagai staf professional, P4, yaitu Bapak Dr. Muhammad Hadid Subki. Foto ini diambil di ruang kerja penulis (Dr. Jupiter Sitorus Pane) bersama Bapak Dr. Muhammad Hadid Subki dan seorang staf professional lainnya yang bekerja di Unit Nuclear Knowledge Management Dr. Keiko Hanamitsu dan beliau mengenal Bapak Hadid sejak masih kuliah di Jepang. Bapak Hadid pernah bekerja di BATAN kemudian melanjutkan bekerja sebagai Senior Engineer di Mitsubishi Heavy Industry Ltd, Jepang. Pengalaman beliau yang cukup panjang di dunia nuklir membuat beliau layak diterima menjadi staf P4 di Seksi Pengembangan Teknologi Tenaga Nuklir (Nuclear Power Technology Development), Division of Nuclear Power, Department of Nuclear Energy, IAEA. Beliau ditugaskan oleh Dr. Atambir Rao (Section Head) untuk memimpin kegiatan pengembangan Reaktor Daya Kecil dan Menengah (Small Medium Sized Reactor ) dan Feasibility Study. Dengan demikian pofesional nuklir Indonesia yang bekerja di IAEA saat ini ada sebanyak 6 orang di Departemen Safeguard, 2 orang di Departemen Energy Nuklir, dan 1 orang general staff di Departemen Kerjasama Teknik. Dapat dikatakan hampir setiap minggu rata-rata 2-3 orang professional nuklir Indonesia datang ke IAEA untuk menghadiri Conference, Seminar, Technical Meeting, Consultancy Meeting, baik sebagai peserta maupun sebagai narasumber. Pada tanggal 17-21 May 2010 hadir Bapak Deputi Kepala BAPETEN, Bapak Martua Sinaga, Dr. Djarot W, Kepala Pusat Teknologi Limbah Radiasi BATAN dan Bapak Khairul membawakan makalah dalam Seminar di IAEA. Semoga keterlibatan professional nuklir Indonesia di IAEA dapat memberi sumbangan yang berarti bagi kemajuan perkembangan teknologi nuklir di Indonesia, khususnya dalam rangka mempersiapkan pembangunan PLTN pertama di Indonesia. Read More...

Jumat, 21 Mei 2010

Menyimak Pertemuan Teknis Produksi Hidrogen


Pertemuan teknis “Prospek Produksi Hidrogen Menggunakan Elektrolisa Suhu Rendah dan Suhu Tinggi baru saja berlangsung pada tanggal 17-19 May 2010. Pertemuan ini dihadiri oleh Negara-negara seperti Canada, China, Perancis, India, Italy, Pakistan, Rusia, USA, OECD. Pertemuan ini membahas secara teknis perkembangan teknologi pemanfaatan reaktor daya atau PLTN baik skala kecil-menengah maupun skala besar untuk mengahasilkan hidrogen. Produksi hydrogen ini dapat dihasil dengan cara elektrolisis, siklus termokimia, dan siklus yang dikenal dengan nama siklus Tokyo University yang mengandalkan empat langkah reaksi. Untuk cara elektrolisis diperlukan energi baik rendah maupun tinggi dan dalam hal diperlukan energi tinggi maka diperlukan suatu jenis reaktor nuklir yang berdaya tinggi pula, seperti HTGR (High Temperature Gas Cooled Reactor).
Keberhasilan untuk melakukan produksi hydrogen dengan menggunaan PLTN sesungguhnya masih jauh dari sudut implementasi, akan tetapi selama pertemuan terlihat semangat para peneliti dan perancang untuk dapat mewujudkannya. Akan kah ini tercapai mari kita tunggu hasilnya. Namun yang menarik adalah bagaimana suatu organisasi internasional IAEA dapat memfasilitasi suatu penelitian yang akan dimanfaatkan untuk tujuan damai dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Hal yang sama juga berlaku terhadap penelitian-penelitian yang terkait dengan pembangkit listrik tenaga nuklir atau dikenal dengan nama PLTN dimana berbagai dokumen berupa petunjuk teknis, dokumen teknis, code and standard, safety series, safeguards, emergency preparedness, physical protection, laporan-laporan pertemuan teknis dan lain-lain telah disusun dan disebarluaskan untuk menjamin pembangunan dan pengoperasian PLTN yang aman dan selamat. Masihkah kita meragukan akan keselamatan PLTN? Menurut saya tidak perlu ragu, tetapi dalam rangka kehati-hatian perlu tetap diterapkan evaluasi dan monitoring melalui pertemuan-pertemuan teknis maupun pemeriksaan lapangan. Mari terus berinovasi untuk menggunakan sumber energi bertenaga nuklir dengan tetap menyimak pada perkembangan teknologi saat ini, termasuk penggunaannya untuk keperluan lain di luar kelistrikan.
Read More...

Jumat, 14 Mei 2010

Nuclear a competitive energy option, study shows

Adopted from: http://www.world-nuclear-news.org/EE-Nuclear_a_competitive_energy_option_study_shows-2503104.html (25 March 2010)


Nuclear energy is a highly competitive energy option for the production of baseload electricity, the OECD's Nuclear Energy Agency (NEA) and the International Energy Agency (IEA) have concluded in their latest joint study into generating costs.

The report, Projected Costs of Generating Electricity, is the seventh in a series of such studies and was released today in Paris by IEA executive director Nobuo Tanaka and NEA director-general Luis Echavarri. It comprises the latest data for 190 power plants from 17 OECD countries as well as from Brazil, China, Russia and South Africa on the costs of electricity generation for a wide variety of fuels and technologies, including coal (with and without carbon capture), natural gas, nuclear, hydro, on-shore and off-shore wind, solar, biomass, wave, tidal and combined heat and power (CHP).
The analysis was closely overseen by an international expert group on electricity generating costs with more than 50 representatives from 19 OECD member countries, the European Commission and the International Atomic Energy Agency (IAEA). Experts from Brazil, India and Russia also participated.

Assuming a carbon price of $30 per tonne of carbon dioxide (CO2), the study provides results for two real interest rates of 5% and 10%. When financing costs are low (5%), nuclear energy followed by coal with carbon capture are the most competitive solutions. With higher financing costs (10% case), coal-fired generation followed by coal with carbon capture and gas-fired combined cycle turbines (CCGTs) are the cheapest sources of electricity.

The cost of capital "is essentially a function of the risk faced by each option for generating electricity - market risk, technology risk, construction and regulatory risk," says the publication. It adds, "With their high capital costs, low-carbon technologies such as nuclear, renewables and carbon capture and storage (CCS) are particularly vulnerable. Smart government action, however, can do much to reduce these risks."

With regards nuclear energy, the study says it "delivers significant amounts of very low-carbon baseload electricity at stable costs over time." However, it notes that nuclear must "manage high amounts of capital at risk as well as the cost of decommissioning and waste disposal together with social concerns about safety and proliferation."

The price of carbon is a decisive factor in the competition between conventional fossil-fuel and low-carbon technologies, the IEA and NEA say. Coal, the study notes, is competitive "in the absence of a sufficiently high carbon price."

The study concludes that "nuclear, coal, gas and, where local conditions are favourable, hydro and wind, are now fairly competitive generation technologies for baseload power generation." However, it adds that "their precise cost competitiveness depends more than anything on the local characteristics of each particular market and their associated cost of financing, as well as CO2 and fossil fuel prices."

The IEA and NEA suggest that "there is no technology that has a clear overall advantage globally or even regionally. Each one of these technologies has potentially decisive strengths and weaknesses." They add, "The future is likely to see healthy competition between these different technologies, competition that will be decided according to national preferences and local comparative advantages."

Launching the report, Echavarri commented: "In a period when many countries are looking to invest in electricity capacity while working to reduce carbon emissions, it provides an indispensable basis for any discussion about electricity generation choices."

Tanaka added, "To bolster competitiveness of low-carbon technologies such as nuclear, renewables and CCS, we need strong government action to lower the cost of financing and a significant CO2 price signal to be internalised in power markets."

Welcoming the conclusions of the study, Santiago San Antonio, director general of Foratom, the trade body for the European nuclear power industry, said: "The results of this study confirm that nuclear energy plays - and will continue to play - a vital role in Europe's energy mix. Its findings support the option that has been chosen by an increasing number of countries across Europe to extend the operational duration of their nuclear power plants or invest in nuclear new build."

Researched and written
by World Nuclear News
Read More...

Rabu, 05 Mei 2010

Govt gives go-ahead for nuclear power plant by 2021

By LESTER KONG


KUALA LUMPUR: The Government has approved the setting up of a nuclear power plant, slated to start operating from 2021.

Energy, Green Technology and Water Minister Datuk Seri Peter Chin Fah Kui said his ministry has been given the go-ahead by the Economic Council to start identifying suitable sites.

Declining to reveal the possible sites and the total power deliverable, Chin said the nuclear plant needed to be built in an area with high power demand.

"Building of the first plant needs a lead time of at least 10 years.

"We need to look at the safety aspects, human resources and the location," he said, adding that the International Atomic Energy Agency had the final say on whether the plant could be built. Technology know-how and providers may possibly come from South Korea, China, France or Japan, he added.

He stressed that a nuclear plant was sorely needed to meet the country's accelerating energy needs and ensured its energy security.

"Nuclear energy is the only viable option toward our long term energy needs.

"Our energy mix is rather unhealthy. We are depending too much on coal and oil," he told reporters after launching the first Carbon Neutral Conference on Sustainable Buildings South East Asia on Tuesday.

Chin stressed that despite nuclear energy's astronomical start-up costs, it was more cost- and energy-efficient than dotting the country with coal-fired power plants.

On the political fallout from building a nuclear plant, Chin said the Government would be ready to explain to the people the need for one.

He added that the Government would (would not?? typo?) approve a project that was not good for the country..


The original news can be seen from http://thestar.com.my/news/story.asp?file=/2010/5/4/nation/20100504145101&sec=nation
Read More...

Minggu, 02 Mei 2010

PENUGASAN KEDUA DI INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY

Tidak disadari bahwa penugasan kedua kami di IAEA (International Atomic Energy Agency) sudah harus dimulai terhitung tanggal 1 May 2010 sampai 31 Desember 2010 setelah selama 4 bulan berselang dari penugasan pertama yaitu dari tanngal 1 May 2009 s/d 31 Desember 2009. Dalam penugasan pertama kegiatan utama kami adalah menjembatani Evaluasi infrastruktur Nuklir Nasional fase 1 antara Tim BATAN yang bekerjasama dengan berbagai Departemen dan institusi lain terkait dengan Tim ahli di IAEA sekaligus melaksanakan tugas lain di divisi Tenaga Nuklir, Departemen Energi Nuklir, IAEA. Hasil akhir kegiatan ini adalah terlaksananya review terpadu infrastruktur nuklir (Integrated Nuclear Infrastructure Review) terhadap 19 isu infrastruktur di Indonesia oleh Tim ahli dari IAEA. Termasuk dalam ke 19 isu infrastruktur tersebut adalah posisi nasional terhadap program nuklir, keselamatan nuklir, manajemen, pendanaan dan pembiayaan, kerangka hukum, safeguard atau pengamanan bahan nuklir, kerangka pengawasan atau regulasi, proteksi radiasi, jaringan listrik pengembangan sumber daya manusia, keterlibatan pemangku kepentingan, tapak dan fasilitas pendukung, proteksi terhadap lingkungan, rencana penanggulangan kedaruratan, keamanan dan proteksi fisik, daur bahan bakar nuklir, limbah radioaktif, keterlibatan industri, dan pengadaan. Berdasarkan review tersebut ada dua isu infrastruktur yang masih cukup penting dilakukan untuk fase pertama yaitu isu posisi nasional terhadap program nuklir dimana belum ada keputusan pemerintah RI untuk “Go Nuclear,”dan isu keterlibatan pemangku kepentingan dalam bentuk penerimaan masyarakat. Sedang pada penugasan kedua ini, kegiatan utama yang akan kami lakukan adalah menjembatani pelaksanaan studi kelayakan pemanfaatan PLTN skala kecil, menengah dan besar di Propinsi Bangka Belitung antara tim BATAN bekerja sama dengan Pemda Bangka Belitung dengan tim ahli di IAEA, disamping tugas lain untuk melanjutkan penyiapan infrastruktur fase 2 dengan target adalah terlaksananya penawaran lelang pembangunan PLTN kepada pihak vendor atau pemasok teknologi sekaligus melakukan evaluasi terhadap status teknologi PLTN saat ini dan masa depan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pemilihan jenis PLTN yang akan kita gunakan.
Hal yang cukup memberi semangat dalam pelaksanaan tugas kedua ini adalah adanya perkembangan pandangan yang cukup positif di kalangan masyarakat dan pemerintah tentang kebutuhan energi alternatif, khususnya energi nuklir. Pemerintah daerah propinsi Bangka Belitung telah menggagas penggunaan energi nuklir untuk mendukung pembagunan daerahnya di masa depan dan bahkan berencana untuk menjadikan propinsi Bangka Belitung sebagai lumbung energi yang modern dan murah. Demikian pula dari sisi pemerintah, President telah mengeluarkan instruksi President No. 1/2010 tentang percepatan pembangunan nasional yang satu diantaranya termasuk percepatan pembangunan PLTN dengan menugaskan BATAN dan Kementrian Riset dan Teknologi untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat pada tahun 2010 ini. Respon cepat terhadap perkembangan ini telah dilakukan oleh BATAN dengan menyusun Blue Print percepatan pembangunan PLTN dan menyampaikannya ke Bapenas.
Tentu perkembangan ini tidak akan demikian saja berjalan dengan mudah, pasti timbul berbagai pertanyaan apa benar Indonesia sudah siap akan melangkah ke PLTN? Pertanyaan merupakan pertanyaan sudah terlontar sejak tahun 1972 yaitu saat rencana pembangunan PLTN pertama sekali di programkan di BATAN dan hingga saat ini dan mungkin akan terus menjadi pertanyaan. Yang diperlukan saat ini bukanlah pertanyaan itu sendiri tetapi memberi jawaban terhadap pertanyaan tersebut dengan memulai membangun PLTN mengikuti pengalaman 30 negara di dunia dengan 436 unit PLTN terpasang.
BATAN, instansi dimana kami bekerja, adalah sebagai lembaga promosi yang bertugas memberi keyakinan bahwa PLTN layak secara teknologi untuk dibangun dan akan memberi keuntungan ekonomi bagi masyarakatnya sekaligus turut mempertahankan keberlanjutan ketersediaan energi untuk pembangunan nasional bersama dengan sumber energy lainnya. Sedang tugas pemerintah dan masyarakat adalah memutuskan untuk memanfaatkannya. Itu sebabnya BATAN sebagai pelayan masyarakat di bidang pemanfaatan teknologi nuklir tidak henti-hentinya berusaha memasyarakatkan pemanfaatan teknologi nuklir sebagai salah satu solusi energi masa depan dengan cermat dan bertanggung jawab.
Menyadari posisi jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah China, India dan USA rasanya tidaklah salah kalau Indonesiapun akan memerlukan energi yang cukup besar untuk masa sekarang maupun yang akan datang. Ketiga negara berpenduduk terbesar tersebut telah melangkah jauh dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi rakyat dan industrinya menyusul negara-negara lain yang berpenduduk kecil namun membutuhkan energi yang sangat banyak. Hal lain yang menguntungkan dalam pemanfaatan energi nuklir adalah kemampuannya memproduksi energi dalam jumlah yang besar tanpa merusak lingkungan dan tentu akan memperlambat terjadinya pemanasan global.
Akankah kita akan selalu berwacana saja tentang pembangunan PLTN? Saat ini sedang bersiap siap untuk membangun PLTN Negara Vietnam, Jordania, Uni Emirat Arab, dan Iran disamping 43 negara lain yang sedang mempertimbangkan untuk membangun PLTN.
Wacana-wacana tentang bahaya nuklir, keselamatan dan ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) barangkali sudah tidak begitu relevan lagi untuk dijadikan alasan tidak membangun PLTN mengingat teknologi nuklir sudah berkembang demikian cepatnya dan kesulitan SDM dapat diatasi dengan perencanaan yang matang. Kawasan Pusat Pengembangan Teknologi Nuklir di Serpong merupakan salah satu wujud perencanaan SDM nuklir di Indonesia, sedang untuk kegiatan non-nuklir dapat dilakukan oleh Departemen lain yang terkait.
Semoga rencana pembangunan PLTN akan terus berlanjut bagi percepatan kesejahteraan bangsa yang keputusan pemanfaatannya ada ditangan pemerintah dan masyarakat. BATAN sebagai pelayan masyarakat dalam promosi teknologi nuklir telah menugaskan kami untuk kedua kalinya di IAEA adalah dalam kaitan dengan persiapan teknis di bidang nuklir bila pemerintah dan masyarakat nanti memutuskan untuk membangun PLTN. Saat ini sudah ada 6 orang inspektur internasional safeguards nuklir yang berasal dari BATAN dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang bekerja di IAEA. Atas dukungan teman-teman di IAEA dan Tim Infrastruktur dan Pre Feasibility Study semoga kami dapat melakukan tugas ini dengan baik.
Salam menuju perubahan, menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang pantas memiliki teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) bagi kesejahteraan masyarakat dan tujuan-tujuan damai.
Read More...

Sabtu, 03 April 2010

Mempersiapkan Infrastruktur Nuklir Pembangunan PLTN di Indonesia

Peran IAEA mendukung pembangunan PLTN di negara anggota

Menurut data IAEA bahwa saat ini sedang beroperasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) listrik di 30 negara dengan jumlah unit PLTN sebanyak 436, sedang mempersiapkan untuk membangun PLTN 43 negara dan yang terindikasi memiliki keinginan untuk membangun PLTN namun belum mengambil langkah sebanyak 25 negara. Dari antara negara-negara tersebut, ada tiga negara yang persiapan infrastrukturnya sudah mencapai tahap 1 dan mendapatkan penilaian atau review dari IAEA yaitu Jordan, Indonesia dan Vietnam, sedang Uni Emirat Arab sudah menandatangi kontrak dengan Korea untuk pembangunan PLTN pertama di UEA. Kenyataan ini menunjukkan betapa kepercayaan dunia kepada PLTN sebagai sumber energi alternatif semakin meningkat.

Peningkatan kebutuhan akan PLTN ini dilandasi oleh kenyataan bahwa sumber energi fosil sudah semakin menipis akibat pemanfaatan dalam jumlah besar dan terus menerus sementara pemulihan cadangan energi fósil memerlukan waktu berjuta-juta tahun. Demikian pula dampak penggunaan energi fossil sudah semakin nyata yaitu dengan meningkatnya pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim. Dampak ini sangat nyata dirasakan diberbagai belahan bumi. Disamping itu keterbatasan penyediaan energi dapat pula berakibat lumpuhnya industri dan roda ekonomi di suatu negara.
Untuk mengantisipasi kondisi ini, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA= international atomic energy agency) telah menambahkan satu program khusus pada Divisi Energy Nuklir yaitu Infrastruktur dan Perencanaan untuk memulai Program Energi Nuklir (Infrastructure and Planning for the Introduction of Nuclear Power Programmes. Keputusan telah ditetapkan pada general conference IAEA ke-50 di IAEA-Headquarter Wina. Dengan program ini maka IAEA akan membantu negara-negara yang ingin membangun PLTN pertama dalam mempersiapkan infrastrukturnya.

Berbagai dokumen yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur nuklir telah diterbitkan oleh IAEA, Dalam dokumen-dokumen tersebut terdapat 19 topik infrastruktur yang harus disiapkan oleh suatu Negara yang ingin membangun PLTN yaitu posisi nasional terhadap program nuklir, keselamatan nuklir, manajemen, pendanaan dan pembiayaan, kerangka hokum, safeguard atau pengamanan bahan nuklir, kerangka pengawasan atau regulasi, proteksi radiasi, jaringan listrik pengembangan sumber daya manusia, keterlibatan pemangku kepentingan, tapak dan fasilitas pendukung, proteksi terhadap lingkungan, rencana penanggulangan kedaruratan, keamanan dan proteksi fisik, daur bahan bakar nuklir, limbah radioaktif, keterlibatan industri, dan pengadaan. Untuk masing-masing topik infrastruktur terdapat basis informasi yang harus dievaluasi yang disebut sebagai “basis evaluation”

Dalam rangka mempersiapkan ke 19 topik infrastruktur tersebut di atas pertama sekali haruslah dibentuk organisasi yang disebut dengan Nuclear Energy Programme Immplementing Organization (NEPIO). Pembentukan organisasi ini merupakan kunci utama terpenuhinya topik infrastruktur pertama yaitu posisi nasional terhadap program nuklir. Organisasi ini akan bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang menjadi basis evaluasi untuk ke-19 topik infrastruktur.

Terdapat tiga tahap dalam mempersiapan ke 19 topik infrastruktur tersebut yaitu tahap 1 1 yang disebut sebagai tahap pra-project dimana pada tahap ini dilakukan persiapan infrastruktur sebagai bahan pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan project energi nuklir dengan sasaran “tonggak pertama” adalah kesiapan membuat komitmen program energi nuklir. Tahap ke dua disebut sebagai tahap persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN setelah membuat komitmen dengan sasaran “tonggak kedua” kesiapan mengundang penawaran PLTN pertama.. Sedang tahap ke tiga adalah tahap implementasi pembangunan dan operasi PLTN dengan sasaran “tonggak ketiga” kesiapan komisioning dan operasi NPP.

IAEA dapat membantu negara negara anggota dalam mereview kesiapan infrastrukturnya dengan mengundang tim review atau evaluasi external untuk melakukan penilaian infrastruktur nuklir secara terpadu (infrastructure nuclear infrastructure Review, INIR).


Persiapan infrastruktur nuklir di Indonesia

Indonesia sudah sejak lama mempersiapkan diri untuk memasuki era energi nuklir yaitu dimulai sejak tahun 1972 dengan dibentuknya Komisi persiapan konstrukti PLTN. Komisi ini telah mulai bekerja untuk mencari tapak yang memenuhi persyaratan sebagai tempat akan dibangunnya PLTN dan mempersiapkan pembangunan SDM dalam penguasaan teknologi PLTN melalui berbagai pengalaman dalam membangun dan mengoperasikan reaktor riset.

Pada tahun yang sama 1999, pemerintah memperbaharui kembali keputusan untuk mempersiapkan pembangunan PLTN. Oleh karena itu pada tahun 1991 dimulai studi kelayakan PLTN dengan bekerjasama dengan Newject Inc. dari Jepang dan IAEA. Feasibility studi ini selesai tahun 1996 dengan tapak yang dipilih adalah desa Balong Ujung Lemahabang, Jepara..

Untuk mengantisipasi pembangunan PLTN, pemerintah menetapkan UU no. 10 tahun 1997 tentang ketenagaan nuklir. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa BATAN sebagai lembaga promosi teknologi nuklir dan Bapeten sebagai lembaga pengawas pemanfaatan energi nuklir, sedangkan kepemilikan PLTN ditetapkan dalam tiga alternatif yaitu pemerintah, pihak swasta atau gabungan pihak pemerintah dan pihak swasta.

Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan rencana umum kelistrikan nasional tahun 2005-2025 dimana energi nuklir telah dimasukkan sebagai salah alternative sumber energi. Setahun berikutnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden no. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan menyebutkan bahwa energi nuklir akan memasok sebesar 2% dari kebutuhan energi nasional. Dan pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan UU no. 17 tahun 2007 tentang rencana jangka panjang energi nasional dimana energi nuklir akan berkontribusi dalam penyediaan energi nasioal.

Pada tahun 2005 BATAN dengan bekerjasama dengan pemerintah propinsi Banten telah melakukan survey tapak PLTN di Bojonegoro dan Pulau Panjang demikian juga pada bulan Juni tahun 2009 telah ditanda tangani Nota Kesepakatan bersama antara pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan BATAN tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung dimana salah satu butirnya menyebutkan akan dilakukan survey tapak pembangunan PLTN.

Indonesia telah mengundang Tim Review external dari IAEA untuk mengevaluasi seluruh kesiapan infrastruktur nasional pada bulan Oktober 2009. Dari hasil evaluasi terhadap bukti-bukti yang ada disimpulkan bahwa Indonesia secara umum sudah melaksanakan ke 19 topik pembangunan infrastruktur untuk tahap 1. Sebagai catatan dari hasil review tersebut adalah Indonesia perlu menindaklanjuti topik posisi nasional terhadap program energi dimana belum ada keputusan pemerintah untuk memulai pembangunan PLTN dan topik keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) dimana masih terdapat penolakan terhadap kehadiran PLTN.

Langkah penting yang paling akhir dilakukan pemerintah dalam mendorong pembangunan PLTN adalah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010 dimana salah satu butirnya menyebutkan perlunya pelaksanaan sosialisasi pengembangan energi nuklir untuk mencapai pemahaman msyarakat yang utuh. Dengan adanya Inpres No. 1 ini dan pelaksanaan INIR mission tahap 1 pada bulan Oktober yang lalu penulis mengartikan bahwa Indonesia sedang memasuki tahap baru penyiapan program PLTN dimana mata dunia akan terus mengamatinya.


Akankah PLTN terwujud?

Ini merupakan mimpi kita bersama. Yang pasti adalah persiapan yang telah dimulai cukup lama sejak 1972 telah mengeluarkan daya dan dana yang luar biasa banyaknya dan dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli dunia di berbagai bidang. Akankah semua itu akan kita buang percuma? Sementara itu negara yang selama ini belum pernah terdengar mempersiapkan program nuklirnya tiba-tiba saja melejit dengan cepatnya untuk membangun energi nuklir seperti Jordan, UEA dan Vietnam.

Satu hal lagi, penggunaan tenaga nuklir tidak akan bisa terlaksana tanpa adanya modernisasi sosial dan politik yang dapat menciptakan budaya publik yang mampu menerima, mengatur dan mempertahankan teknologi nuklir. Seperti yang dikatakan Jenderal Charles de Gaulle di Perancis, energi nuklir adalah jalan yang tepat menuju modernisasi. Dia akan mendorong suatu negeri untuk berubah. Mari kita renungkan bersama akankah PLTN akan menjadi kenyataan di Indonesia?
Read More...

Jumat, 19 Februari 2010

Jadikanlah bumi sebagai tempat bermanja (ingan ergani)

Makna apakah yang terkandung dalam "Menjadikan bumi sebagai tempat bermanja" seperti yang dicita-citakan dalam blog ini? Penulis berkeyakinan hal itu harus dimulai dari lingkungan diri sendiri lalu berlanjut ke lingkungan hidup di bumi ini, silahkan mengikuti.

Lingkungan pribadi,

Bermanjalah dengan dirimu sendiri dengan selalu mengucap syukur kepada Tuhan, Sang Pencipta langit, bumi dan segala isinya, karena Sang Pencipta telah menciptakan dirimu, melengkapi dengan karunia atau talenta untuk dipakai sebagai alat mencukupkan kebutuhan hidup mu dan kepentingan kehidupan bersama. Nikmatilah setiap usaha mengembangkan karunia atau talenta tersebut setinggi mana yang kamu mau, karena itu akan menyenangkan Dia, Sang Pencipta, dan berguna bagi kepentingan seluruh ciptaannya umat manusia.

Lingkungan keluarga,

Bermanjalah dengan istri dan anak-anakmu dalam ucapan syukur karena Dia, Sang Pencipta, memberikan cinta dalam hidup keluargamu. Nikmatilah kemesraan bersama istrimu dan kebahagiaan bersama anak-anakmu dengan terus membangun cinta, kasih sayang dan kebersamaan untuk berbuat bagi orang lain melalui setiap karunia dan talenta yang dikaruniakan Sang Pencipta kepada kita. Istrimu akan menjadi kesukaanmu bagaikan pohon anggur dan anak-anakmu akan tumbuh bagaikan pohon zaitun yang membawa keharuman dan kekuatan.

Lingkungan kerja

Bermanjalah dalam lingkungan kerja yang nyaman dan bersahabat dengan teman sekerja serta membangun semangat untuk menghasilkan karya maupun produk bagi kepentingan bersama. Cintailah kebersamaan dan keinginan mencapai hasil kerja yang bermutu, produk yang berkualitas, layanan jasa yang prima bagi kepentingan bersama dan orang lain karena dia akan berbalik memberi upah dan kenikmatan kepada mu.

Lingkungan sosial masyarakat

Bermanjalah dengan lingkungan sosial masyarakatmu, baik spiritual maupun masyarakat, dengan saling menghargai dan menghormati sesama ciptaan Sang Pencipta. Jangan ada yang memperdaya satu sama lain, baik golongan atau kelompok ataupun bangsa yang dipacu oleh rasa benci, balas dendam, perlakuan tidak adil. Nikmatilah lingkungan sosial kemasyarakatan dalam kebersamaan, keberagaman dan kedamaian karena dia akan berbalik memberikan kenikmatan dalam hidupmu.

Lingkungan hidup,

Bermanjalah dengan bumi sebagai lingkungan hidupmu karena Sang Pencipta menciptakannya untuk membuat hidupmu sehat, layak, bersahaja dan mampu menghasilkan hal-hal yang positif dan berguna untuk kepentingan bersama umat manusia. Rawatlah lingkungan hidup, beraktivitaslah tanpa merusak, bangunlah lokasi industri maupun perumahan yang ramah lingkungan dan asri, kendalikan buangan CO2 ke udara, jangan menggundulkan hutan dan gunakanlah energi yang ramah lingkungan dan berisiko serendah mungkin. Dengan demikian engkau dapat menjadikan bumi sebagai tempat bermanja bagi dirimu dan sesama umat manusia.
Read More...

Kamis, 18 Februari 2010

Kesiapan infrastruktur Indonesia dalam menyongsong PLTN

Dapat dikatakan bahwa persiapan Indonesia dalam memasuki era pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir sudah memakan waktu cukup panjang yaitu lebih dari seperempat abad. Hingga sekarang status pembangunannya masih saja dalam tingkat wacana yang tidak jelas ujungnya. Tapi benarkah demikian? Sebenarnya tidak. Beberapa langkah sudah dilakukan secara signifikan dan hal ini sudah dibuktikan melalui kunjungan Tim Review Infrastruktur Badan Tenaga Atom Internasional IAEA pada tanggal 24-27 November 2009.

Ada 19 issues yang harus diperhatikan berkaitan dengan penyiapan infrastruktur PLTN pada suatu negara yaitu: Posisi nasional, keselamatan nuklir, Manajemen, Pendanaan dan pembiayaan, Kerangka hukum, Seifgard atau pengamanan bahan bakar uranium, Kerangka kerja pengawasan, Proteksi Radiasi, Jaringan listrik, Pengembangan SDM, Keterlibatan pemangku kepentingan, Tapak dan fasilitas pendukung, Proteksi terhadap lingkungan, Rencana Penangulangan kedaruratan, Keamanan dan proteksi Fisik, Daur bahan bakar nuklir, Limbah radioaktif, Keterlibatan industri, Pengadaan. Dari ke 19 issues tersebut, hanya terdapat dua issue yang mendapat penilaian sangat kurang yaitu Posisi Nasional dimana belum ada keputusan pemerintah untuk ”Go Nuklir” dan Keterlibatan Pemangku Kepentingan yang ditandai dengan belum adanya penerimaan publik terhadap PLTN. Kedua hal ini memang saling terkait, pemerintah tidak dapat memutuskan ”Go Nuklir” bila belum ada penerimaan dari masyarakat. Kondisi ini berakibat pada tidak jelasnya langkah tindak lanjut pembangunan PLTN di Indonesia, padahal berbagai langkah pembangunan infrastruktur sudah dilakukan.
Sebagai contoh, dengan telah terbentuknya Badan Pengawas Tenaga Nuklir berasarkan UU No. 10 Tahun 1997, maka lembaga pengawas terlaksananya aturan-aturan tentang keselamatan suatu PLTN sudah tersedia. Lembaga ini juga bertanggung jawab untuk membuat aturan-aturan yang berkaitan dengan pembangunan PLTN dengan mengadaptasi aturan-aturan yang berlaku di dunia Internasional. Dengan demikian issue tentang keselamatan nuklir, kerangka kerja pengawasan, kerangka hukum dan dan seifguard akan tertangani dengan baik.
Badan Tenaga Buklir Nasional (BATAN) akan bertindak sebagai pendukung utama dalam teknologi nuklir dengan tersedianya pusat pusat penelitian dan pengembangan. Pusat Pengembangan Energi Nuklir bertanggung jawab dalam pengembangan studi energi dan sosial ekonomi, sedangkan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir bertanggung jawab mengembangkan studi Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir yang terkait dengan PLTN. Sedangkan kegiatan yang terkait dengan siklus bahan bakar akan ditangani oleh Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nukir dan Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Dengan adanya pusat-pusat penelitian dan pengembangan ini maka berbagai issue mengenai keselamatan nuklir, proteksi radiasi, tapak dan fasilitas pendukung, daur bahan nuklir, limbah radioaktif, proteksi terhadap lingkungan, penanganan kedaruratan akan dapat dikelola dengan baik dan profesional.
Sebagai lembaga yang berkompeten dalam penentuan kebijakan nuklir Nasional maka Kementrian Energi dan Sumber daya Mnineral bersama dengan Dewan Energi Nasional akan banyak berperan dalam masalah Kebijakan, Manajemen, Pendanaan dan Pembiyaan, Keterlibatan Industri Nasioal, serta pengembangan SDM. Institusi seperti Perusahaan Listrik Negara dan Kementrian Lingkungan Hidup akan bertanggung jawab dalam masalah kelistrikan dan lingkungan hidup.
Masihkah kita ragu untuk melangkah menuju pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia untuk memberi solusi terhadap masalah dalam penyediaan energi yang berkelanjutan di Indonesia? Hal yang perlu disadari sejak dini adalah masih cukupkah persediaan energi untuk masa depan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi? Bagaimana negara dapat mendistribusikan energi sampai ke pulau-pulau kecil yang terisolasi dan padat penduduk? Apakah yang akan terjadi bila dalam masa persaingan global industri di Indonesia akan mengalami ganggun berproduksi oleh masalah ketersediaan energi yang tidak cukup atau bila cukup akan mahal harganya? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang bila tidak dijawab akan menghambat percepatan kesejahteraan bangsa.
BATAN sebagai organisasi yang mempromosikan pengunaan teknologi nuklir dalam penyediaan energi di Indonesia telah menetapkan Visi yang akan dicapai dalam tahun 2010 sampai 2014 sebagai ”Energi nuklir sebagai pemercepat kesejahteraan bangsa.” dan terus berupaya bersama dengan organisasi lain di luar BATAN untuk terus memperkuat pembangunan infrastruktur PLTN sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Pada saat ini sudah dan sedang dikaji tiga calon tapak untuk pembangunan PLTN diantaranya Ujung Lemahabang, Jepara, Banten, dan Bangka Belitung. Mudah-mudahan dengan tersedianya opsi tapak ini pembangunan PLTN dapat dipercepat yang pada akhirnya akan berdampak pada percepatan kesejahteraan bangsa.
Read More...

Rabu, 17 Februari 2010

Pemanfaatan Teknologi Reaktor Daya Nuklir Ukuran Kecil dan Menengah (Small and Medium Sized Reactor)

Yang dimaksud dengan reaktor daya ukuran kecil dan menengah adalah reaktor yang digunakan sebagai penghasil listrik maupun panas dengan daya lebih kecil dari 300 MW(electric) untuk reaktor daya ukuran kecil dan antara 300 MW(e) sampai 700 MW(e) untuk reaktor ukuran menengah. Reaktor daya dengan ukuran di atas 700 MW(e) disebut sebagai reaktor ukuran besar.
Dalam sejarah perkembangannya memang pada tahun 1960 sampai 1970-an umumnya reaktor daya yang mendominasi pasaran adalah reaktor dengan ukuran kecil dan menengah. Pada tahun 1970 sampai 1980-an terjadi pergeseran menuju reaktor dengan ukuran daya lebih besar yaitu berkisar 900 MW(e) sampai 1400 MW(e) yang tersebar di berbagai Negara industry seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan Perancis. Akan tetapi pada tahun 1990-an pergeseran terjadi lagi dengan berbalik ke reaktor dengan ukuran daya kecil dan menengah. Pergeseran ini diikuti oleh pergeseran negara penggunan yaitu dari negara industri ke negara berkembang saat itu seperti India, China, Pakistan dan Slovakia.
Sebagai negara berkembang saat itu negara ini dicirikan sebagai negara yang memiliki keterbatasan dalam kapasitas sistem grid listrik, kemampuan keuangan, dan sangat tinggi permintaan kebutuhan energinya yang disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk. Disamping itu negara-negara berkembang tersebut hanya memiliki sedikit atau bahkan sangat sedikit sumber energi yang lain. Itu sebabnya banyak permintaan pengunaan reaktor daya kecil dan menengah pada tahun 1990-an. Kecendrungan peralihan kebutuhan dari reaktor daya besar ke reaktor daya menengah dan kecil akan berlangsung terus sejalan dengan perkembangan teknologi yang lebih inovatif yang menjanjikan peningkatan kualitas dari sisi keselamatan, keamanan, pencegahan penyalah gunaan untuk maksud tidak damai, pengelolaan limbah, penggunaan sumber daya dan produk yang bervariasi (seperti penggunaan reaktor daya untuk tujuan desalinasi air laut, pemanasan baik untuk proses maupun wilayah dan generasi hydrogen), ke leluasaan menentukan “site”, siklus bahan bakarnya. Fakta ini terlihat dari banyak rancangan reaktor inovatif telah diusulkan untuk reaktor daya skala kecil dan menengah.
Sampai tahun 2006 telah dikonsep dan dirancang sebanyak lebih dari 50 jenis reaktor daya Kecil dan Menengah yang dirancang dalam program nasional maupun internasional yang melibatkan Argentina, Brazil, China, Croatia, Ferancis, India, Indonesia, Italy, Jepang, Korea, Lithuania, Morrocoo, Rusia, Afrika Selatan, Turki, USA, dan Vietnam. Status perkembangan konsep dan rancangan pengembangan teknologi SMR ini dapat dilihat pada dokumen Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) berupa Technical Document, IAEA-TECDOC-1485 dan IAEA-TECDOC-1536.
Secara garis besar teknologi SMR dibagi dalam kelompok sebagai berikut:
A. Reaktor dengan pendingin air (Water cooled Reactors)
- Reaktor dengan pendingin air konvensional (PHWR 220 MW(e), Candu 6 (670MWe), PHWR 500 MW(e), VVER 640 MW(e), AP-600 )
- Reaktor Pendingin Air Maju (Advanced Water Cooled Reactors) (Integral PWR SIR (UK), CAREM (Argentina), SMART (Korea), VPBER-600 (Rusia).
B. Reaktor dengan pendingin air maju (Advanced Non-Water Cooled Reactor)
- Direct Cycle High Temperature Gas Reactors (HTGR in the US Peach Bottom), Commercial HTGR (Fort St. Vrain)
- Lead Cooled Integral Reactor (LEADIR) using TRISO Particle and Pebbled bed core.
- Molten Salt Reactors (MSR) fuel with uranium or thorium fluoride.
Indonesia sebagai negara berkembang cukup relevan untuk memikirkan pemanfaatan reaktor daya ukuran kecil dan menengah ini mengingat jumlah penduduk yang begitu besar dan banyak yang bermukim tersebar di berbagai pulau yang terpencil. Adalah satu hal yang tidak mungkin untuk memajukan suatu wilayah tanpa ditunjang oleh ketersediaan energi yang cukup.
Dengan memanfaatkan teknologi reaktor yang inovatif Indonesia dapat dibantu dalam penyediaan energi untuk wilayah-wilayah terpencil ataupun pendukung bagi wilayah yang membutuhkan energy yang lebih banyak. Pada tahun sejak tahun 2009 sampai 2011, Indonesia mengadakan kerjasama dengan Badan Tenaga Atom Internasional IAEA untuk mengkaji penggunaan Reaktor Daya Ukuran Kecil dan Menengah di Provinsi Bangka Belitung dan menempatkan tenaga ahlinya untuk bekerja di IAEA.
Semoga Energi Nuklir bukan lagi menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat tetapi sebaliknya sebagai pemercepat kesejahteraan Bangsa dengan tersedianya energy yang cukup bagi masyarakat.
Read More...

Senin, 08 Februari 2010

Mempersiapkan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

1. Pendahuluan
Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada prinsipnya sama dengan pembangkit listrik lainnya kecuali pada pembangkitan energi yang akan digunakan untuk menggerakkan turbin. Sebagai contoh: pada pembangkit listrik tenaga air maka energi untuk menggerakkan turbin diperoleh dari energi jatuhan air; pada pembangkit listrik tenaga uap, energi yang digunakan untuk menggerakkan turbin adalah energi yang berasal dari uap air yang dipanaskan dengan batubara; sedang pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), energi panas yang digunakan untuk menggerakkan turbin diperoleh dari reaksi nuklir.
Karena hasil reaksi nuklir khususnya fisi memiliki sifat yang radioaktif maka pembangunan dan pengoperasiannya memerlukan ke hati-hatian dan kecermatan. Bila tidak, kecelakaan nuklir dapat terjadi dan berpotensi membahayakan kehidupan manusia dan dan lingkungan. Oleh karena itu pembangunan suatu PLTN harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan dibawah pengawasan suatu lembaga internasional yaitu Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA, international atomic energy agency).
IAEA menyediakan berbagai bantuan bagi negara-negara anggota yang memiliki kegiatan nuklir termasuk dalam membangun suatu PLTN. Berbagai document, code dan standard, dan technical assistance telah disediakan bagi kepentingan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.
Dalam tulisan ini penulis menguraikan beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat tentang pembangunan suatu PLTN sehingga ancaman bahaya radiasi dapat dihindari.
2. Pengendalian Risiko Pelepasan Bahan Radioaktif Dari Suatu PLTN
Risiko yang paling dikuatirkan dalam pembangunan dan pengoperasian suatu PLTN adalah kemungkinan lepasnya bahan radioaktif akibat terjadinya kecelakaan reaktor. Bahan radioaktif itu berasal dari hasil reaksi fisi yang terjadi di teras reaktor. Reaksi fisi ini menghasilkan panas, neutron dan bahan radioaktif lainnya.
Pada kondisi normal maka bahan radioaktif yang timbul akan tetap tesimpan di dalam kelongsong bahan bakar di dalam teras, namun bahan radioaktif yang bersifat gas mulia tetap tidak dapat dibendung, Untuk mengurangi jumlahnya maka gas tersebut disirkulasi di dalam sistem ventilasi dan hanya akan terlepas ke lingkungan dalam jumlah yang aman.
Pada kondisi kecelakaan maka jumlah dan jenis lepasan bahan radioaktif yang keluar menjadi jauh lebih banyak. Untuk mencegah pelepasan dalam jumlah yang banyak maka reaktor dilengkapi dengan berbagai penyaringan atau filter yang dikenal sebagai sistem penapisan berganda (multi barrier system) yang merupakan bagian dari sistem pertahanan Defence in Depth.
Untuk menentukan sudah terpenuhinya persyaratan keselamatan maka setiap Negara perlu membuat dasar hukum, aturan-aturan, code maupun standard yang harus dipenuhi dalam pembangunan dan pengoperasian suatu PLTN. Dalam pembuatan kelengkapan regulasi ini setiap Negara diharuskan menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku secara internasional dengan mengudang para ahli di masing-masing bidang. Disamping itu ada berbagai perjanjian dan aturan internasional yang harus diimplementasikan di dalam Negara yang akan membangun PLTN
3. Pengendalian Risiko Lingkungan Pembangunan PLTN

Dalam kondisi kecelakaan maka terlepasnya bahan radioaktif ke lingkungan baik udara, darat dan air dapat terjadi yang berujung pada ganguan kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan. Untuk mengendalikan risiko lingkungan ini maka berbagai tindakan proteksi lingkungan perlu disiapkan bahkan dikerjakan sejak dini yaitu sejak dimulainya aktivitas pemilihan tapak PLTN.

4. Pengendalian Risiko Ekonomi
Mengingat begitu pentingnya tingkat keselamatan ini maka untuk pembangunan suatu PLTN diperlukan investasi dana dan waktu pembangunan yang cukup besar. Bebagai risiko secara ekonomi dapat muncul pada setiap tahap pembangunan PLTN, contohnya setelah dilakukan pemilihan dan penentuan tapak suatu PLTN tetapi secara tiba-tiba masyarakat menolak untuk dibangunnya PLTN di tapak itu, maka dana yang sudah diinvestasikan ekan terbuang sia-sia. Selama pembangunan tiba-tiba terjadi perubahan regulasi yang melarang pembangunan PLTN, tidak tersedianya bahan komponen utama PLTN sehingga pembangunan harus ditunda dan lain sebagainya. Oleh karena itu pembanguna sebuah PLTN perlu dikelola dengan sangat berhati-hati dan cermat didukung oleh ketersediaan infrastructure memadai.
5. Tahapan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Secara komprehensif tahapan pembangunan PLTN dapat dibagi dalam tahapan berikut ini:
- Tahap 1: Pra-Project
- Tahap 2: Pengambilan keputusan atas project
- Tahap 3: Konstruksi
- Tahap 4: Operasi
- Tahap 5: Dekomisioning

Pada tahap pra-proyek diperlukan waktu selama 2-3 tahun dengan kegiatan sebagai berikut:
- perencanaan sistem daya
- menyiapkan kerangka hokum dan oraganisasi
- Survei infrastruktur nasional
- Survei partisipasi nasional
- Survey tapak dan kajian lingkungan
- Survei dan program pengembangan SDM

Pada tahapan pelaksanaan proyek diperlukan waktu 3-6 tahun dengan kegiatan:
- Studi pra investasi (kelayakan)
- Pemilihan dan evaluasi tapak
- Penyiapan spesifikasi dan permintaan penawaran
- Evaluasi penawaran
- Negosiasi dan struktur kontrak
- Memulai pengadaan item yang memerlukan waktu lama.

Pada tahapan konstruksi diperlukan waktu 5-6 tahun dengan kegiatan:
- Persiapan infrastruktur tapak
- Rekayasa desain rinci
- Manufaktur peralatan dan komponen
- Konstruksi ereksi dan instalasi
- Komisioning dan penerimaan PLTN.

Pada tahapan operasi dan pemeliharaan diperlukan waktu sesuai dengan usia reaktor tersebut. Biasanya reaktor didesian untuk lama operasi 40-60 tahun. Selanjutnya tahap decommissioning adalah tahap untuk menutup PLTN dengan berbagai kegiatan antara lain dekontaminasi, pembongkran, pengembalian asset dan pengolahan, penyimpanan dan pembuangan limbah. Seluruhnya memerlukan waktu sekitar 5 sampai 50 tahun setelah penghentian.

Dalam penyiapan tersebut beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

A. Indikator energi dan ekonomi
- Sumber daya energi primer menurut jenisnya;
- Kriteria yang digunakan dalam menilai setiap sumber daya;
- konsumsi energi primer menurut jenis bahan bakar. Peran bahan bakar non-komersial;
- Impor dan ekspor energi
- konsumsi sumber daya energi primer menurut jenis berdasarkan sektor (industri, transportasi, perumahan, komersial, non-penggunaan energi, lainnya) dan jenis bahan bakar;
- Energi digunakanuntuk memproduksi listrik menurut jenis bahan bakar;
- Total produksi listrik berdasarkan sumbernya (bahan bakar padat, minyak, gas, hydro, lainnya);
- Impor dan ekspor listrik;
- Konsumsi energi primer dan listrik per kapita dan dolar GDP;
- Emisi CO2 dari sektor energi;
- Populasi, tingkat pertumbuhan, kepadatan penduduk, kota-kota besar;
- Kecendrungan GDB selama 10-15 tahunterakhir.GDP berdasarkan sektor (pertanian, industri, manufaktur, jasa)
- Pendapatandan pengeluaran Pemerintah pusat dari sektor-sektor utama;
- Total utang luar negeri. Persentasi Utang dalam GDP;
- Neraca perdaganganExternal. Mayor impor dan ekspor;
- Sumber pendapatan utama.


b. Sistem pembangkit dan transmisi kelistrikan
- Total kapasitas pembangkitlistrik berdasarkan sumbernya (batu bara, minyak, gas, hydro, lain).
- Nama, lokasi, bahan bakar, kapasitas unitPembangkit Listrik. Secara khusus jumlah unit yang beroperasi saat ini, sedang dalam konstruksi yang dilengkapi dengan informasi tentang sumber listrik, pembiayaan, sumbangan partisipasi lokal.
- Diagram grid transmisi ⎯ termasuk unit pembangkit besar, interkoneksi, tingkat tegangan
tingkat, kapasitas transmisi
- Rencana yang sudah diputuskan perluasan kapasitas produksi dan grid transmisi.

c. Proyeksi energi dan listrik
- Proyeksi pasokan dan permintaan energi dan listrik termasuk informasi mengenai: skenario yang dibuat dan asumsi yang dijadikan dasar; hasil.
- Proyeksi evolusi sistemenergi untuk memenuhi permintaan:
- non-listrik
- listrik.

d. Analisis sistem kelistrikan untuk metode perencanaan yang di gunakan

- pendekatan dasar digunakan dalam perencanaan energi (misalnya didorong oleh adanya permintaan, investasi atau kemungkinan pasokan, dengan tujuan-tujuan pembangunan sosial).
- Metode yang digunakan dalamanalisis ekonomi dan peramalan.
- Metode yang digunakan dalamanalisis permintaan energi dan listrik dan peramalan.
- Model dan metodologi yangdigunakan untuk studi perluasan sistem kelistrikan.
- Apa peran pertimbangan lingkungan dalam perencanaan? Bagaimana mereka
dimasukkan?
- Oleh yang organisasi (s) apa proyeksi ekonomi dan studi ekspansi energi dan listrik dilakukan?
- Seberapa sering studi tersebut diperbaharui (updates)
- Bagaimana interface studi perluasan energi dan listrik dan rencana pembangunan nasional.

e. Kebijakan pasokan energi dan listrik
- Rencana dan kebijakan pembangunanNasional
- Mekanisme pelaksanaan untuk pembangunan nasional.
- Kebijakan nasional untuk sektor energi dan listrik. Persepsi terhadap kendala utama. Prioritas.
- Kebijakan tarif.Listrik
- Kebijakan proteksi lingkungan dan dampaknya terhadap sektor energi.

f. Perencanaan nuklir daya dan studi investasi awal

- Apakah opsi nuklir telah dimasukkan studi ekspansi sistem kelistrikan? Hasilnya?
- Apakah ada keputusan mengenai penggunaan tenaga nuklir yang sudah diambil di tingkat kebijakan (tingkat eksekutif pengguna atau AEC, Mentri dan pemerintah)?
- Organisasi yang melakukanperencanaan tenaga nuklir. Interface dengan orang lain?
- Jenis dan ukuran Unit jenis. Waktu yang direncanakan untuk memasukkan ke dalam grid.
- Site yang dipertimbangkan untuk digunakan. Evaluasi Site
- Pengkajian infrastruktur danasumsi-asumsi tentang partisipasi nasional.
- Rencana dan kebijakan pembangunaninfrastruktur nasional.
- Studi pre investasi proyek energi nuklir, kapan dan dilakukan oleh siapa? Hasilnya?
- Langkah-langkah atau keputusan kebijakanberikutnya.

g Hukum tentang perlindungan radiasi, dan keselamatan nuklir dan kepemilikan plant / bahan
- Perjanjian-perjanjianinternasional, konvensi dan aturan,
- Undang-undang dan peraturanuntuk proteksi radiasi
- Undang-undang dan peraturanuntuk keselamatan instalasi nuklir
- Kompatibilitas proteksi radiasi nasional dan peraturan keselamatan nuklir dengan kode dan panduan IAEA.
- Undang-undang dan peraturanuntuk kepemilikan instalasi nuklir dan bahan-bahan.
- Undang-undang atau kebijakan yang menyangkut kewajiban pihak ketiga nuklir.
- Menandatangani NPT, perjanjian/konvensi/kesepakatan regional, kesepakatan dengan Safeguards IAEA.
- Perjanjian bilateral pasokan nuklir.
- Konvensi pemberitahuan awal dan bantuan.
- Konvensi perlindungan fisik
- Konvensi keselamatan nuklir
- Konvesi keselamatan limbahdan manajemen bahan bakar.

h. Keterlibatan organisasi dan ministries
Dalam setiap kasus, tanggung jawab tertentu, pekerjaan yang dilakukan dan kompetensi untuk:
- Peramalanpermintaan energi dan listrik.
- Rencana perluasan system energi dan kelistrikan.
- Rencana energy nuklir. Organisasi mana yang akan menjadi pemilik / operator instalasi? Interface.
- Peraturan keselamatan dan proteksi radiasi.
- Penelitian dan Pengembangan Nuklir
- Perlindungan lingkungan.⎯ Interface dengan energy yang digunakan.
- Penerapan standar industri ⎯ QM / QA.
- Sistem standardisasi, akreditasi dan sertifikasi.

i. Keputusan untuk pembuatan power proyek
- Organisasi mana yang telah memutuskan dan sekarang memutuskan proyek pembangkit listrik baru dan apa dasarnya? Harus mendapatkan persetujuan? Oleh siapa?
- Bagaimana pembiayaandiputuskan?
- Interface dengan rencana dan prioritas pembangunan nasional.
- Kebijakan impor instalasi. Kendala dan batasan.
- Bagaimana keputusan yang diambil untuk partisipasi nasional?
- Bagaimana keputusan proyek pembangkit listrik nuklir menjadi berbeda?

J. Pembiayaan project energi saat ini
- mekanisme pembiayaan yang digunakan dalam 5 tahun terakhir ini pada proyek-proyek pembangkit tenaga listrik yang besar.
- Mekanisme untuk pembiayaan internasional.
- Mekanisme untuk pembiayaanlokal.

k Pendapat umum, energi dan daya nuklir
- Gerakan opini publik mempengaruhi keputusan sector energi dan ketenagalistrikan
- Program informasi publikmengenai tenaga nuklir.
l. Ketersediaan of sumberdaya manusia
- Profesional / teknisi di bidang nuklir.
- Manajeryang berpengalaman
- Lembaga Pelatihan

6. Peran IAEA Dalam Membantu Negara Bagian Dalam Membangun PLTN
Sebagai lembaga internasional, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan terjadinya pembangunan PLTN yang selamat, aman, dan bebas dari penyalahgunaan bahan nuklir untuk tujuan bukan damai. Khusus untuk pembangunan PLTN berbagai pengembangan dan bantuan ditangani oleh Departemen Nuklir Energi yang membawahi Divisi Energi Nuklir (Nuclear Power) dan Divisi Siklus Bahan Bakar dan Limbah (Fuel Cycle dan Waste).
Didalam Divisi Nuclear Power terdapat Seksi Pengembangan Teknik Energi Nuklir (Nuclear Power Technical Development Section, NPTDS) dan Keteknikan Energi Nuklir (Nuclear Power Engineering Section, NPES) dan satu kelompok yang disebut dengan kelompok Innovative Reactor Technology and Fuel Cycles Project (INPRO GROUP).
Seksi yang banyak berhubungan dengan persiapan infrastruktur pembangunan PLTN adalah NPES. Seksi ini dapat memberikan bantuan teknis dalam mempersiapkan infrastruktur maupun mengevaluasi infrastruktur yang sudah dilakukan oleh Negara anggota. Pada tahun 2009, IAEA telah melakukan evaluasi terhadap Infrastruktur tiga Negara yang sedang mempertimbangkan untuk membangun PLTN yaitu Jordan, Indonesia dan Vietnam dengan mengirimkan Tim Misi Integrated Nuclear Infrastructure Review (INIR).
Sejalan dengan tahapan pembangunan PLTN maka INIR mission dapat dilakukan dengan tiga phase yaitu:
- Fase pertama : Pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan proyek.
- Fase kedua : Persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN.
- Fase ketiga : Implementasi pembangunan dan pengoperasian PLTN.
Isu-isu yang akan dievaluasi adalah isu mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan pada masing-masing tahap pembangunan PLTN seperti yang diuraikan pada bagian 5 di atas. Isu tersebut secara umum dikelompokkan dalam isu mengenai hal sebagai berikut:
- Posisi nasional
- Keselamatan Nuklir
- Manajemen
- Pendanaan dan pembiayaan
- Kerangka hukum
- Seifgard atau pengamanan bahan bakar uranium
- Kerangka kerja pengawasan
- Proteksi Radiasi
- Jaringan listrik
- Pengembangan SDM
- Keterlibatan pemangku kepentingan
- Tapak dan fasilitas pendukung
- Proteksi terhadap lingkungan
- Rencana Penangulangan kedaruratan
- Keamanan dan proteksi Fisik
- Daur bahan bakar nuklir
- Limbah radioaktif
- Keterlibatan industri
- Pengadaan

Hasil dari penyelenggaraan INIR Mission adalah kesimpulan tentang gap atau perbedaan yang masih perlu ditindak lanjuti oleh pemilik PLTN pada masing-masing phasa. Bila untuk penyelesaiannya diperlukan bantuan teknis dari IAEA maka IAEA akan mengirimkan bantuan berdasarkan permintaan dari Negara yang bersangkutan.
Bantuan tersebut antara lain berupa:
- Penyiapan dokumen petunjuk
- Review status
- Sharing informasi dan praktek
- Workshop, training dan seminar
- Bantuan teknis dalam bidang
• Perencanaan Energi (Energy Planning)
• Studi Kelayakan (Feasibility Study)
• Review legislasi mengenai nuklir (Review of nuclear legislation)
• Kerangka regulasi dan organisasi
• Survey, seleksi, dan evaluasi tapak
• Pengembangan sumberdaya manusia
• Penawaran lelang dan evaluasi
• Penilaian teknologi
• Peningkatan kompetensi pemilik dan operator
• Akuntansi dan pengendalian bahan nuklir

7. Kesimpulan
Pembangunan PLTN bukan saja melibatkan suatu negara, melainkan melibatkan banyak negara yang tergabung dalam Badan Tenaga Atom Internasional IAEA. Penggunaan dokumen petunjuk, code dan standard, landasan hukum, peraturan nasional, perjanjian internasional, kerja sama internasional sangat diperlukan untuk menjamin pembangunan PLTN yang selamat, aman dan tidak menyimpang dari tujuan untuk maksud damai.



Reference:
1. IAEA, Managing First Nuclear Power Plant, International Atomic Energy Agency, TECDOC-1555, Vienna, 2007
2. IAEA, Milestone in the Development of a National Infrastructure for Nuclear Power, International Atomic Energy Agency, Nuclear Energy Series NG-G-3.1, Vienna, 2007
3. IAEA, Evaluation of The Status of National Infrastructure Development, International Atomic Energy Agency, Nuclear Energy Series NG-T-3.2, Vienna, 2007
4. IAEA, INIR, Integrated Nuclear Infrastructure Review Missions: Guidance on Preparing and Conducting INIR Mission, International Atomic Energy Agency, IAEA Booklet, Vienna, 2009.


Read More...

Kamis, 04 Februari 2010

Mengenal Peran Badan Tenaga Atom Internasional dalamPemanfaatan Teknologi Nuklir Untuk Lingkungan

1. Pendahuluan
Udara, daratan dan lautan merupakan unsur utama sistem bumi yaitu sistem yang saling berhubungan dan komplek yang dikendalikan oleh suatu proses fisika, kimia dan biologi. Setiap orang sangat tergantung pada unsur ini untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, walaupun disisi lain setiap orang juga dapat terkena dampak dari keberadaan unsur-unsur ini, tergantung pada kondisi atau kualitas nya masing-masing.
Sejak revolusi industry, aktivitas manusia telah banyak mengubah secara nyata kualitas udara tempat kita bernafas. Konsentrasi karbon dioksida (CO2) telah meningkat 31%, methane (CH4) sudah meningkat lebih dari dua kali lipatnya dan nitrogen oxide (NOx) telah naik 17%. Terdapat bukti yang kuat bahwa peningkatan ini berkaitan dengan pembakaran bahan bakar fosil yang cendrung meningkatkan polusi udara yang berdampak pada masalah kesehatan.
Para ahli telah memetakan sebanyak 867 ekosistem tanah di dunia dimana masing-masing ekosistem dicirikan oleh gabungan kondisi iklim, tanaman dan komunitas hewan. Saat ini banyak diantaranya sudah mengalami perubahan yang cepat bahkan sebagian lagi sudah mencapai kerusakan yang hebat. Untuk mencegah atau mengatasi penurunan kondisi ini, kita harus mengembangkan pendekatan yang terintegrasi untuk mengelola tanah. Langkah pertama adalah dengan memahami keunikan perilaku ekosistem tempat dimana kita selalu memperoleh makanan dan sumber daya alam dan tempat kita hidup dan bekerja.
Dua pertiga dari penduduk dunia tingal dalam area 60 km dari garis pantai. Kita juga bergantung pada laut untuk mendapatkan makanan dan sumber daya laut. Sebaliknya, kita juga memasukkan kedalam laut berbagai hasil samping dari produk industri, pertanian dan hidup sehari-hari. Laut memainkan peran penggerak utama dalam perubahan lingkungan global: mempertahankan integritasnya merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan masa depan dunia.
Sebagai lembaga internasional dibawah Perserikatan bangsa-Bangsa, Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) bergerak di bidang Teknologi Nuklir aktif mengembangkan kerjasama teknik untuk membantu negara anggota (Member State) di seluruh dunia untuk mencapai prioritas pembangunannya dengan tetap melakukan usaha memproteksi lingkungan atmosfir, darat dan laut sehingga tidak terjadi kerusakan yang semakin hebat. Hal ini juga sejalan dengan sasaran yang ditetapkan dalam Millenium Development Goals.

2. Teknik Nuklir untuk Lingkungan

Pada prinsipnya penggunaan teknik nuklir untuk lingkungan dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan memeriksa unsur –unsur alamiah maupun buatan yang terdapat di udara, darat maupun laut. Unsur-unsur alamiah ini dapat berbentuk isotop stabil maupun radioaktif yang dapat ditemukan di tiap lingkungan. Dengan melacak pergerakan isotop tersebut kita dapat memperoleh pengetahuan tentang proses biogeokimia yang terjadi. Oleh keterkaitan bahan tersebut dengan materi lain dalam suatu sistem kita dapat melacak atau mengamati pergerakan isotop tersebut yang sekaligus menunjukkan perilaku atau kondisi sistem yang diamati.
Dengan mengamati perilaku system dapatlah dilakukan pemetaan dan prediksi kecendrungan yang akan terjadi dimasa datang. Dengan demikian informasi yang diperoleh dapat dipakai sebagai dasar pengambilan kebijakan maupun pengambilan keputusan untuk tindakan segera dalam memproteksi lingkungan. Oleh karena itu memproteksi lingkungan pada dasarnya berkaitan dengan usaha pencegahan atau pengurangan kerusakan dan sekaligus membuat pilihan yang lebih baik dalam penerapannya.
Dari program kerjasama yang dilakukan IAEA berkaitan dengan lingkungan, penggunaan metode nuklir telah meningkat secara significant pada bidang-bidang sebagai berikut ini:
- Monitoring, evaluasi, dan proteksi kualitas udara
- Mengurangi ancaman terhadap sumber daya air
- Meningkatkan produktivitas tanah
- Mencegah penyakit
- Menghasilkan listrik yang berkelanjutan
- Memprediksi dan mengenali fenomena alam
- Manajemen lingkungan laut
- Rehabilitasi tanah dan air yang sudah terkontaminasi
- Penanganan air buangan dari Instalasi Nuklir Daya
-
3. Berbagai Kegiatan Dalam Penerapan Teknik Nuklir Untuk Lingkungan

Mengatasi Permasalah Lingkungan Udara

Dampak local pada Megacity Amerika Latin
Buenes Aires, Mexico City, Santiago dan San Paulo adalah kota-kota yang bercirikan penduduk yang padat, memiliki kendaraan bermotor dalam jumlah yang banyak dan terdapatnya industri-industri berat. Ini berarti setiap orang akan memiliki kemungkinan mengalami gangguan. Mobil dan pabrik-pabrik, mengeluarkan bahan partikulat dengan kadar tinggi. Tiap individu akan mengalami masalah pernafasan dan penurunan kualitas hidup, dan ekonomi tinggal akan mengalami kekosongan dan produktivitas yang rendah
Pemerintah lokal mengumpulkan sampel udara untuk mengidentifikasi komponen bahan partikulat dan mengkorelasikan konsentrasinya dengan penyakit pernafasan. Dalam hal ini alat yang digunakan adalah teknik X-ray khusus dimana partikel diinduksi dengan emisi sinar-X atau PIXE sedangkan bahan partikulat antara lain sulphur, copper, zinc, lead. Tujuan pengukuran ini adalah untuk membuat aturan atau regulai yang dapat meningkatkan kualitas udara dan kesehatan manusia.
Kecendrungan Lintas Batas Asia dan Pasifik
Project yang sama dilakukan bukan saja pada dampak lokal tetapi juga pada bagaimana pergerakan polusi udara melintasi batas internasional. Meningkatkan keterlibatan masing-masing Negara terkait untuk memonitor dan mengevaluasi polusi udara yang memungkinkan mereka untuk menghimpun data untuk dapat mengidentifikasi jenis pencemar yang kritis dan darimana mereka berasal- baik untuk jarak dekat maupun panjang, Pengumpulan data ini dipakai untuk mendukung kerjasama masa depan dalam menentukan gerakan lintas batas dan sekaligus mengembangkan model untuk memperkirakan kecendrungan atau trend polusi udara.
Pada tahun 2005 lebih dari 1200 project kerjasama teknik (bernilai $73,6 juta) telah melibatkan hampir 2400 institusi telah dijalankan. Dukungan terhadap pengembangan sumberdaya manusia untuk lingkungan telah diberikan kepada lebih dari 6000 orang melalui kegiatan fellowship, pelatihan dan pengiriman sebanyak 2784 tenaga ahli.

Afrika mengumpul bukti-bukti untuk membuktikan sesuatu.

Untuk negara-negara Afrika yang melaksanakan program kualitas udara, satu tantangan utama yang dilakukan adalah untuk meyakinkan pembuat kebijakan, industri dan masyarakat umum untuk mengangkat poluasi udara sebagai suatu masalah yang serius, yaitu dengan memodifikasi regulasi, metode dan perilaku produksi. IAEA telah membantu 16 negara yang memerlukan peralatan monitoring berbasis nuklir yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan mendemonstrasikan bahwa tindakan pengendalian dapat membuat perubahan

Usaha global untuk menurunkan emisi industri pada sumber.

Sebagian besar polusi udara, khususnya sulfur dioxide (SO2) dan Nitrogen oxide (NOx) disebabkan ketergantungan industri terhadap bahan bakar fossil. Permasalahan ini menjadi meningkat di banyak negara berkembang dipengaruhi faktor ekonomi yang membuat mereka harus menggunakan bahan bakar grade rendah “Batubara.”

Demonstrasi Project di Brazil, China dan Eropa Timur telah menunjukkan bahwa proses yang dikenal sebagai sinar electron dengan pencucian kering (EBS, Electron Beam Dry Scrubbing) dapat melenyapkan sampai 95% polutan gas pada tabung pembakaran batubara. Proses ini juga menghasilkan produk samping yang dapat dipakai sebagai pupuk. Arab Saudi sekarang sedang mencoba melakukan studi kelayakan pengunaan EBS pada tabung pembakaran minyak.

Mengatasi Permasalahan Lingkungan Darat

Penambahan tanah untuk pertanian di wilayah kering
Tanah bergaram merupakan fenomena dunia yang mana dibeberapa wilayah hal ini merupakan fenomena alam, tetapi di tempat lain ( meliputi kira-kira 77 juta hectar) merupaka hasil perbuatan manusia. Usaha untuk menghilangkan garam dari tanah permukaan melalui irigasi air bersih sangat tidak efektif.
Teknologi nuklir mendukung suatu pendekatan yang inovatif dengan mengkombinasikan alam dengan makanan. Reproduksi mutasi, berdasarkan seleksi tanaman asli yang memenuhi kebutuhan lokal, digunakan untuk meningkatkan lebih dari 100 spesien tanaman yang menunjukkan toleransi terhadap garam. Sensor Neutron kering (Neutron Moisture Probes) mendukung pelaksanaan praktis irigasi yang optimal. Faktor teknik monitor lain seperti interaksi tanaman-tanah-air dan kompetisi spesies terhadap kelembaban tanah dan juga nilai gizi tanaman yang dipanen..
Kombinasi Tanaman dan Ternak
Pertanian yang berkelanjutan bertujuan meminimasi dampak lahan pertanian. Tetapi hal ini sama pentingnya dengan memperhatikan tanaman dan hewan yang secara pasti member penghidupan pada petani.
Di Afrika Timur, usaha sedang dilakukan untuk memecah siklus dimana tanah yang tidak subur yang cendrung menghasilkan tanaman yang kurang gizi, ternak kurang gizi dengan laju reproduksi rendah dan masyarakat petani yang miskin. Menggunakan legumes (kacang polong) sebagai penyubur biologi, petani sekarang dapat meningkatkan status nitrogen tanah dan memberikan pakan ternak dengan residu tanaman kaya nitrogen dan limbah industri. Teknik isotop N-15 digunakan untuk mengkuantifiaksi dan meningkatkan kapasitas kacang polong untuk memenuhi nitrogen atmosfir dengan demikian dapat mensuplai nitrogen yang cukup untuk tanah. Dengan dosis yang sesuai, inseminasi buatan yang didukung oleh teknik nuklir dapat digunakan untuk meningkatkan reproduksi ternak. Dalam waktu pendek usaha ini dapat digunakan untuk meningkatkan produksi makanan, sedang untuk jangka panjang usaha ini dapat mempertahankan keamanan makanan dan melestarikan alam sebagai basisi sumber daya alam.
Sedikit hama, sedikit pestisida dan kemungkinan pasar baru.
Perkiraan konservatif menyarankan bahwa hama dapat menurunkan pasokan makanan dunia sebesar 25%. Kehadiran hama banyak terkait dengan penggunaan pestisida yang berlebihan maupun penyakit ternak dan manusia yang fatal dan serius. Teknik serangga steril (SIT, steril insect technique) adalah proses iradiasi dalam laboratorium dengan membiakkan hama jantan yang mandul. Ketika dikeluarkan ke lingkungan target maka akan terjadi perkawinan pasangan hama dimana hama betinanya tidak dapat menghasilkan turunan yang berakibat mengurangi populasi pest.
Keefektivan penggunaan SIT mengalami banyak tantangan seperti keberlanjutan operasi di lapangan, tetapi di beberapa negara dilaporkan terdapat beberapa keberhasilan. Di Zanzibar, pengurangan nyamuk tsetse- dan juga kejadian penyakit tidur trypanosomiasis.- meningkatkan kelahiran ternak dan menghilangkan pemakaian pestisida. Di Lembah Arava Israel, dimana penggunaan pestisida konvensional dilarang, menemukan cara alternatif untuk pengiriman buah melalui udara telah menciptakan kesempatan eksport ke pasar US.
Dari China ke Chile: Mengurangi erosi tanah.
Survey jarak jauh menunjukkan bahwa 38% wilayah China mengalami degradasi oleh terjadinya erosi tanah. Di Chile 60 % tanah pertanian telah mengalami penurunan kemampuan. walaupun tidak selalu parah, erosi tanah merupakan permasalahan global yang sering ditimbulkan oleh pengunaan tanah yang tidak irasional dan pelaksanaan pertanian yang tidak baik dimana terjadi pengurangan penutupan lahan.
Strategi managemen tanah yang terintgrasi sering diperlukan pada tiap benua. Untuk lebih efektif, mereka harus memperhatikan banyak faktor, termasuk landscape, tanah, penutupan vegetasi. Melacak perpindahan radionuklida (i.e Caesium-137) adalah satu dari alat untuk mengukur redistibusi tanah dan mengevaluasi kecocokan beberapa strategi konservasi tanah.

Mengatasi Permasalahan Lingkungan Laut

Memodelkan masa depan Laut Mediteranian Selatan
Kedangkalan (Shallow depth) dan keterbatasan pertukaran air membuat Laut Mediteranian rentan kerusakan, khususnya sebagai akibat pengaruh manusia. Kontaminan cendrung menjadi terkonsentrasi dari pada tersirkulasi. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi proses alamiah dalam kolom air dan kehidupan laut dan productivitas yang sudah rudak dibanding sistem laut lain.
Sampai saat ini, masih relatif sedikit data tersedia pada badan air. Banyak para ahli ambil bagian dalam program menangkap data radioaktif dan non-radioaktif dalam air, sediment dan biota, dan untuk memetakan kecendrungan pergerakan terhadap ruang dan waktu. Sebagian dari data akan disintesa untuk menentukan status kesehatan laut dan membuat sistem informasi kelautan yang komprehensif. Sistem ini termasuk modeling komputer untuk membantu mengelola masa depan kelautan. Berdasarkan pengalaman selama 5 tahun, sebuah regional project lima tahun (2007-2011) dibuat untuk negara –negara Africa ber pantai laut demi ”Peningkatan Kemampuan Negara-negara Afrika untuk mengevaluasi Pencemar di Lingkungan Laut (Enhancing African Capability for Contaminant Assessment in Marine Environment)
Menghidupkan kembali Laut Hitam
Pada awal 1990, Laut hitam dinyatakan “hampir mati” ditinjau dari sisi kualitas air, keragaman hayati, habitat dan nilai rekresai. Lebih dari 5 tahun (1997-2002) IAEA telah membantu mengirimkan tenaga ahli dari 6 negara anggota IAEA yang bekerjasama untuk mengidentifikasi toksin, mencari sumbernya dan mengembangkan strategy pencegahannya. Radionuklida merupakan subjek yang diamati dan alat investigasi yang tak ternilai, bertindak sebagai pelacak untuk mengetahui perilaku dan sifat kontaminan.
Menjaga sumber daya paling penting Caribean
Untuk pulau kecil and negara pulau, eksplorasi sumber daya laut dapat diharapkan mencapai 60% produksi nasional kotor (GNP). Di sepanjang pulau Caribean, populasi yang sangat padat dan pertentangan dalam penggunaan lahan pantai telah menarik perhatian tentang apa yang dibuang ke dalam lingkungan laut (sampah domestik atau industri) sehingga mempengaruhi kualitas produksi dan layanan laut.
Melalui proyek 4 tahun yaitu dari tahun 2007-2010 telah digunakan radionuklida buatan manusia maupun yang dihasilkan alam untuk memeriksa kontaminasi pada sedimen laut, subtidal, wilayah tanah subur dan atmosfir. Perhatian khusus diberikan pada penggunaan bahan radioaktif pelacak untuk mengikuti aliran kontaminasi yang masuk kedalam jaring makanan, yang berpotensi mengancam kesehatan penduduk lokal dan turis yang mendukung sebanyak 34% GNP dan menghasilkan lebih dari 2.5 juta pekerjaan.

Mempertahankan Racun Laut pada Perairan

40 tahun yang lalu, ledakan alga berbahaya (HABs, harmful algai blooms)- biasanya dikenal sebagai ‘red tide’ telah menjadi lebih sering terjadi dan mencakup wilayah yang luas. Ancaman yang ditimbulkannya terletak pada racun yang dimakan oleh ikan “shellfish” and kemudian dimakan oleh manusia. Efek yang ditimbulkan bervariasi dari kondisi ketidaknyamanan sampai pada kondisi paralisis dan bahkan kematian.
Ketika HABs terjadi, lembaga otoritas regulasi bertindak cepat untuk menutup tempat pemancingan ikan komersil, mengingatkan penggemar pemancingan ikan, dan menahan perdagangan ikan shellfish. Receptor binding assay (RBA) adalah teknik nuklir dengan sensitivitas dan kemampuan tinggi untuk menguji sampel yang banyak dalam waktu yang singkat. Dibandingkan dengan metode yang lain untuk mendeteksi racun HAB, RPA menghasilkan informasi yang lebih akurat tentang risiko yang sebenarnya dan memungkinkan pihak otoritas untuk mengambil tindakan yang memadai.

4. Program Kerjasama dan Pengembangan

IAEA secara langsung terlibat dalam berbagai project yang merefleksikan kebutuhan akan pengenalan yang lebih baik bagaimana aktivitas manusia mempengaruhi udara, darat dan air, dan adanya siklus alam yang dapat mempertahankan lingkungan tersebut menjadi seimbang. Banyak dari usaha ini merupakan kerja sama regional dan internasional, yang merefleksikan keterkaitan bersama dari sumber-sumber alam yang sangat bergharga. Berbagai project yang dikerjakan dapat berupa pelatihan, pengiriman tenaga ahli maupun peralatan
Program Kerjasama Teknik IAEA meliputi berbagai sektor, beberapa diantaranya secara langsung mendukung sasaran pembangunan Millenium Perserikatan bangsa-bangsa (UN Millennium Development Goal) dalam bidang area kesehatan manusia, makanan dan pertanian, sumber air dan proteksi lingkungan dan opsi keberlanjutan energy.
Untuk pengembangannya IAEA memiliki laboratorium yang akan berkontribusi terhadap lingkungan yang aman, bersih dan berkelanjutan. Dalam hal ini IAEA mempertahankan ciri khususnya sebagai pusat analisis, riset dan pelatihan yang multidisiplin. Laboratorium yang ada juga dikembangkan untuk mendukung komitmen dimana IAEA akan berkontribusi terhadap UN Milenium Development Coal, termasuk “menjamin keberlanjutan lingkungan” Berikut adalah Laboratorium IAEA yang mendukung pemanfaatan teknik nuklir untuk lingkungan.
1. Laboratorium Seiberdorf dan Vienna
Seibedorf beroperasi tahun 1961. Pada Januari 1962, lab ini mendistribusikan satu set pertama sampel kepada laboratorium lain, rumahsakit dan klinik kepada negara anggota (Member State). Tiga laboratorium yang ada di IAEA mencakup FAO/IAEA joint Agriculture and Biotechnology Laboratory, Physics Chemistry and Instrumentation laboratory dan Safeguard Analystic Laboratory.
2. Laboratorium Lingkungan Laut Monaco
Pada saat pembukaannya tahun 1961 Laboratorium Lingkungan Laut (MEL, Marine Environment Lab) melaunching era baru investigasi kelautan. Misi MEL terdiri dari empat element strategis yang saling berkorelasi yaitu:
- Penelitian untuk memproteksi lingkungan laut dari radioaktivitas dan polusi
- Aplikasi nuklir dan teknik isotop untuk melacak process, ekosistem, dan dampak polusi di laut
- Pelatihan tenaga ahli dan sebagai bahan acuan untuk membantu negara anggota untuk berkomitmen untuk melakukan monitoring dan keberlanjutan pembangunan lingkungan lautnya
- Menjadi partner strategis dengan UN dan lembaga internasional lain dalam mengimplementasikan World Summit on Sustainable Development Program untuk laut.

5. Penutup

Dalam melakukan gerak langkahnya sesungguhnya IAEA IAEA mempunyai dua mandat yang berkaitan dengan lingkungan. Pertama IAEA harus menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aplikasi nuklir tidak menyebabkan bahaya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan. Kedua IAEA mempromosikan pengembangan dan penggunaan teknologi nuklir yang dapat meningkatkan pengetahuan tentang proses lingkungan dan meningkatkan kemampuan untuk mengelola sumber alam dan mempertahankan keberlanjutannya.
IAEA secara aktif melaksanakan mandatnya dalam 3 bidang area utama yaitu (1) melindungi manusia dan lingkungan dari radiasi ionisasi, (2) mengoptimasi dampak lingkungan suatu teknologi nuklir dan (3) memfasilitasi penggunaan dan pengelolaan secara berkelanjutan sumber daya alam.
Melakukan proteksi lingkungan dan sikap ramah lingkungan senantiasa diaplikasikan dalam berbagai program IAEA termasuk energi nuklir, keselamatan nuklir, aplikasi nuklir dan safeguard. Dukungan juga diberikan kepada negara anggota melalui program kerjasama teknik. Dengan demikian melalui usaha ini IAEA secara langsung membantu negara anggota untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan sebagai bagian UN Millenium Development Goal.
Read More...