Sabtu, 03 April 2010

Mempersiapkan Infrastruktur Nuklir Pembangunan PLTN di Indonesia

Peran IAEA mendukung pembangunan PLTN di negara anggota

Menurut data IAEA bahwa saat ini sedang beroperasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) listrik di 30 negara dengan jumlah unit PLTN sebanyak 436, sedang mempersiapkan untuk membangun PLTN 43 negara dan yang terindikasi memiliki keinginan untuk membangun PLTN namun belum mengambil langkah sebanyak 25 negara. Dari antara negara-negara tersebut, ada tiga negara yang persiapan infrastrukturnya sudah mencapai tahap 1 dan mendapatkan penilaian atau review dari IAEA yaitu Jordan, Indonesia dan Vietnam, sedang Uni Emirat Arab sudah menandatangi kontrak dengan Korea untuk pembangunan PLTN pertama di UEA. Kenyataan ini menunjukkan betapa kepercayaan dunia kepada PLTN sebagai sumber energi alternatif semakin meningkat.

Peningkatan kebutuhan akan PLTN ini dilandasi oleh kenyataan bahwa sumber energi fosil sudah semakin menipis akibat pemanfaatan dalam jumlah besar dan terus menerus sementara pemulihan cadangan energi fósil memerlukan waktu berjuta-juta tahun. Demikian pula dampak penggunaan energi fossil sudah semakin nyata yaitu dengan meningkatnya pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim. Dampak ini sangat nyata dirasakan diberbagai belahan bumi. Disamping itu keterbatasan penyediaan energi dapat pula berakibat lumpuhnya industri dan roda ekonomi di suatu negara.
Untuk mengantisipasi kondisi ini, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA= international atomic energy agency) telah menambahkan satu program khusus pada Divisi Energy Nuklir yaitu Infrastruktur dan Perencanaan untuk memulai Program Energi Nuklir (Infrastructure and Planning for the Introduction of Nuclear Power Programmes. Keputusan telah ditetapkan pada general conference IAEA ke-50 di IAEA-Headquarter Wina. Dengan program ini maka IAEA akan membantu negara-negara yang ingin membangun PLTN pertama dalam mempersiapkan infrastrukturnya.

Berbagai dokumen yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur nuklir telah diterbitkan oleh IAEA, Dalam dokumen-dokumen tersebut terdapat 19 topik infrastruktur yang harus disiapkan oleh suatu Negara yang ingin membangun PLTN yaitu posisi nasional terhadap program nuklir, keselamatan nuklir, manajemen, pendanaan dan pembiayaan, kerangka hokum, safeguard atau pengamanan bahan nuklir, kerangka pengawasan atau regulasi, proteksi radiasi, jaringan listrik pengembangan sumber daya manusia, keterlibatan pemangku kepentingan, tapak dan fasilitas pendukung, proteksi terhadap lingkungan, rencana penanggulangan kedaruratan, keamanan dan proteksi fisik, daur bahan bakar nuklir, limbah radioaktif, keterlibatan industri, dan pengadaan. Untuk masing-masing topik infrastruktur terdapat basis informasi yang harus dievaluasi yang disebut sebagai “basis evaluation”

Dalam rangka mempersiapkan ke 19 topik infrastruktur tersebut di atas pertama sekali haruslah dibentuk organisasi yang disebut dengan Nuclear Energy Programme Immplementing Organization (NEPIO). Pembentukan organisasi ini merupakan kunci utama terpenuhinya topik infrastruktur pertama yaitu posisi nasional terhadap program nuklir. Organisasi ini akan bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang menjadi basis evaluasi untuk ke-19 topik infrastruktur.

Terdapat tiga tahap dalam mempersiapan ke 19 topik infrastruktur tersebut yaitu tahap 1 1 yang disebut sebagai tahap pra-project dimana pada tahap ini dilakukan persiapan infrastruktur sebagai bahan pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan project energi nuklir dengan sasaran “tonggak pertama” adalah kesiapan membuat komitmen program energi nuklir. Tahap ke dua disebut sebagai tahap persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN setelah membuat komitmen dengan sasaran “tonggak kedua” kesiapan mengundang penawaran PLTN pertama.. Sedang tahap ke tiga adalah tahap implementasi pembangunan dan operasi PLTN dengan sasaran “tonggak ketiga” kesiapan komisioning dan operasi NPP.

IAEA dapat membantu negara negara anggota dalam mereview kesiapan infrastrukturnya dengan mengundang tim review atau evaluasi external untuk melakukan penilaian infrastruktur nuklir secara terpadu (infrastructure nuclear infrastructure Review, INIR).


Persiapan infrastruktur nuklir di Indonesia

Indonesia sudah sejak lama mempersiapkan diri untuk memasuki era energi nuklir yaitu dimulai sejak tahun 1972 dengan dibentuknya Komisi persiapan konstrukti PLTN. Komisi ini telah mulai bekerja untuk mencari tapak yang memenuhi persyaratan sebagai tempat akan dibangunnya PLTN dan mempersiapkan pembangunan SDM dalam penguasaan teknologi PLTN melalui berbagai pengalaman dalam membangun dan mengoperasikan reaktor riset.

Pada tahun yang sama 1999, pemerintah memperbaharui kembali keputusan untuk mempersiapkan pembangunan PLTN. Oleh karena itu pada tahun 1991 dimulai studi kelayakan PLTN dengan bekerjasama dengan Newject Inc. dari Jepang dan IAEA. Feasibility studi ini selesai tahun 1996 dengan tapak yang dipilih adalah desa Balong Ujung Lemahabang, Jepara..

Untuk mengantisipasi pembangunan PLTN, pemerintah menetapkan UU no. 10 tahun 1997 tentang ketenagaan nuklir. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa BATAN sebagai lembaga promosi teknologi nuklir dan Bapeten sebagai lembaga pengawas pemanfaatan energi nuklir, sedangkan kepemilikan PLTN ditetapkan dalam tiga alternatif yaitu pemerintah, pihak swasta atau gabungan pihak pemerintah dan pihak swasta.

Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan rencana umum kelistrikan nasional tahun 2005-2025 dimana energi nuklir telah dimasukkan sebagai salah alternative sumber energi. Setahun berikutnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden no. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan menyebutkan bahwa energi nuklir akan memasok sebesar 2% dari kebutuhan energi nasional. Dan pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan UU no. 17 tahun 2007 tentang rencana jangka panjang energi nasional dimana energi nuklir akan berkontribusi dalam penyediaan energi nasioal.

Pada tahun 2005 BATAN dengan bekerjasama dengan pemerintah propinsi Banten telah melakukan survey tapak PLTN di Bojonegoro dan Pulau Panjang demikian juga pada bulan Juni tahun 2009 telah ditanda tangani Nota Kesepakatan bersama antara pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan BATAN tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung dimana salah satu butirnya menyebutkan akan dilakukan survey tapak pembangunan PLTN.

Indonesia telah mengundang Tim Review external dari IAEA untuk mengevaluasi seluruh kesiapan infrastruktur nasional pada bulan Oktober 2009. Dari hasil evaluasi terhadap bukti-bukti yang ada disimpulkan bahwa Indonesia secara umum sudah melaksanakan ke 19 topik pembangunan infrastruktur untuk tahap 1. Sebagai catatan dari hasil review tersebut adalah Indonesia perlu menindaklanjuti topik posisi nasional terhadap program energi dimana belum ada keputusan pemerintah untuk memulai pembangunan PLTN dan topik keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) dimana masih terdapat penolakan terhadap kehadiran PLTN.

Langkah penting yang paling akhir dilakukan pemerintah dalam mendorong pembangunan PLTN adalah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010 dimana salah satu butirnya menyebutkan perlunya pelaksanaan sosialisasi pengembangan energi nuklir untuk mencapai pemahaman msyarakat yang utuh. Dengan adanya Inpres No. 1 ini dan pelaksanaan INIR mission tahap 1 pada bulan Oktober yang lalu penulis mengartikan bahwa Indonesia sedang memasuki tahap baru penyiapan program PLTN dimana mata dunia akan terus mengamatinya.


Akankah PLTN terwujud?

Ini merupakan mimpi kita bersama. Yang pasti adalah persiapan yang telah dimulai cukup lama sejak 1972 telah mengeluarkan daya dan dana yang luar biasa banyaknya dan dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli dunia di berbagai bidang. Akankah semua itu akan kita buang percuma? Sementara itu negara yang selama ini belum pernah terdengar mempersiapkan program nuklirnya tiba-tiba saja melejit dengan cepatnya untuk membangun energi nuklir seperti Jordan, UEA dan Vietnam.

Satu hal lagi, penggunaan tenaga nuklir tidak akan bisa terlaksana tanpa adanya modernisasi sosial dan politik yang dapat menciptakan budaya publik yang mampu menerima, mengatur dan mempertahankan teknologi nuklir. Seperti yang dikatakan Jenderal Charles de Gaulle di Perancis, energi nuklir adalah jalan yang tepat menuju modernisasi. Dia akan mendorong suatu negeri untuk berubah. Mari kita renungkan bersama akankah PLTN akan menjadi kenyataan di Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar