Selasa, 03 Juni 2008

PRODUKTIVITAS RAMAH LINGKUNGAN

Tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumberdaya manusia pada dasarnya merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan nasional yang tercermin pada meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila menghadapi persaingan global, sumberdaya manusia dituntut untuk memiliki keunggulan komparatif dalam menciptakan nilai tambah suatu produk sehingga kesempatan kerja dan berusaha masyarakat Indonesia semakin terbuka tanpa harus merusak lingkungan (ramah lingkungan).
Harus diakui bahwa tingkat produktivitas masyarakat Indonesia di kalangan Negara-negara Asia Pasifik yang tergabung dalam Asian Productivity Organization (APO) masih menduduki peringkat yang paling rendah produktivitasnya. Banyak factor yang dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat produktivitas ini diantaranya, faktor budaya, lingkungan atau sumberdaya alam, sistem pendidikan, dan lain sebagainya.
Secara kuantitatif produktivitas adalah perbandingan biaya/nilai output dengan input. Dalam hal ini faktor input produktivitas meliputi bahan mentah, tenaga kerja, modal, energi, bahan kimia, sedangkan outputnya berupa barang atau jasa. Produktivitas yang tinggi dapat diwujudkan dengan bagaimana seseorang menggunakan sumber daya yang tersedia dengan cara seefisien mungkin dan berkualitas, melakukan proses yang efektif dan berkualitas, dan menghasilkan produk efektif dan berkualitas sehingga memiliki nilai yang tinggi. Dengan demikian dari sisi pandang sosial Produktivitas adalah sikap berpikir yang selalu ingin meningkatkan secara terus menerus dari apa yang sudah ada saat ini. Hal tentu didasari pada keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu lebih baik pada hari ini dibandingkan kemaren dan esok lebih baik dari sekarang. Membuat esok lebih baik dari sekarang adalah suatu keinginan paling dalam pada diri seseorang, itu sebabnya Produktivitas sesungguhnya juga merupakan keinginan dari dalam diri seseorang. Sasaran utamanya adalah untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi semua.
Pada kenyataannya banyak kita melihat seseorang atau perusahaan tidak menunjukkan suatu performa yang mencirikan produktivitas yang tinggi. Disana sini banyak terjadi pemborosan waktu yang oleh beban-beban kerja tambahan yang berasal dari kesalahan dalam melakukan tugas. Seperti adanya rancangan yang tidak memungkinkan seseorang dapat melakukan fabrikasi secara efektif. Metodologi operasi yang tidak menunjukkan prosedur yang efektif dan efisien sehingga waktu melaksanakannya banyak waktu yang terbuang hanya untuk mengulang-ulang prosedur yang tidak jelas. Atau bahkan adanya orang, yang sengaja atau tidak sengaja, tidak dapat mengelola waktu dan fokus kegiatannya secara efisien. Orang tersebut dapat terjebak pada kegiatan lebih meng”entertaint” dirinya sendiri, misalnya baca koran dulu, menggosip dulu, mengkritik pimpinan atau pemerintah dulu. Baru setelah dia puas mengeluarkan isi hatinya dan meng”entertaint” dirinya, ia mulai bekerja mengejar ketertinggalan kerjanya. Yang bersangkutan jelas sangat tidak produktif.
Hubungan tidak harmonis pihak manajemen dan pekerja dapat menjadi faktor rendahnya produktivitas. Manajemen tradisional yang kaku, yang memisahkan secara tajam antara pekerja dan pihak manajer dapat menghambat komunikasi atasan dan bawahan sehingga pekerjaan hanya dilakukan bila ada perintah dari atasan saja tanpa keinginan memberikan lebih. Demikian pula pihak manajemen memberi kebebasan yang seluas-luasnya pada pekerja untuk berbuat sesuai dengan kemampuan masing-masing, maka pihak manajemen sulit mengarahkan usahanya pada hasil yang optimal. Hubungan yang harmonis antara pihak manajemen dan pekerja disertai adanya visi dan misi dan tanggung jawab bersama maka produktivitas yang tinggipun dapat dicapai.
Produktivitas yang tinggi sajapun tidaklah menjamin keberlangsungan hidup yang lebih baik seperti yang diharapkan dalam sasaran yang ingin dicapai dalam produktivitas. Produktivitas yang tinggi harus diintegrasikan dengan usaha memelihara lingkungan hidup, karena pada kenyataannya banyak industri-industri yang demi mencapai produktivitasnya yang tinggi mengabaikan dampak pencemaran lingkungan.
Pola konsumsi masyarakat yang terus meningkat baik oleh pertambahan penduduk maupun gaya hidup telah memaksa peningkatan pola produksi untuk memenuhi tuntutan pasar. Meningkatnya produksi berarti meningkat pula eksploitasi sumber daya alam yang satu-satunya tersedia di bumi. Eksploitasi telah menyebabkan rusaknya hutan, terjadinya konversi lahan, banjir, dan lain-lain yang menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan bumi. Disamping itu industri-industri pengolahan akan mengeluarkan gas Polusi udara Industri telah menaikkan suhu bumi lebih kurang 2 derajat Celsium dalam 100 tahun ini dan diperkirakan akan terus naik sampai 5 derajat pada tahun 2020. Oleh karena itu produktivitas yang tinggi harus selalu diintegrasikan dengan kepedulian akan lingkungan yang diistilahkan sebagai Produktivitas Ramah Lingkungan dalam bahasa Ingrisnya ”Green Productivity” atau disingkat GP.
Sebagai konsep yang terpadu, produktivitas dipandang dalam dua cara: sebagai tujuan dan sebagai alat. Produktivitas sebagai tujuan dijelaskan dalam konsep sosial yaitu untuk memberikan output yang tinggi yang ditandai dengan kepuasan kepada pelanggan, sedang sebagai alat Produktivitas terkait dengan masalah teknik, ekonomi, dan konsep manajemen. Secara teknik berarti bagaimana suatu produk diproses secara efektif dan berkualitias sehingga menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi dan dikelola dengan manajemen mutu, lingkungan dan keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif.
Dalam penerapannya GP dapat dilakukan dalam tahapan sebagai berikut ini. Pertama, adalah dengan memulai dengan membentuk tim dan pengumpulan data survey. Langkah kedua mengidentifikasi masalah yang terjadi dan menetapkan tujuan-tujuan yang terukur.

Langkah ke tiga, menjabarkan dan evaluasi, skrining, dan menyusun prioritas, Langkah ke 4, merumuskan dan mengimplementasikan, melatih, mengembangkan kepedulian, dan kompetensi tentang Produktivitas yang ramah lingkungan. Langkah kelima, memonitor pelaksanaan dan mereview, dan keenam adalah terus melakukan perubahan bila diperlukan dan meningkatkan sampai tercapai efesiensi dan efektivitas input, proses, dan output.
Sebagai alat yang digunakan untuk setiap langkah GP antara lain dengan brainstroming, mengevaluasi aliran bahan yang seimbang (material balance), melakukan analisis sebab-akibat dengan mengunakan pendekatan fishbone, menerapkan prinsip 5 S (sisih, susun, sasap, sosoh, suluh) atau seven tools analysis, memetakan aliran material ekologi (eco-map), dan memetakan proses yang terjadi secara detil.
Karena peningkatan produktivitas berkaitan dengan mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, dan pelindungan lingkungan, maka produktivitas ramah lingkungan (GP) sesungguhnya telah mengintegrasikan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja OSHAS 18001, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 yang pada umumnya telah banyak dikenal dalam dunia industri.
Badan Internasional yang banyak mempromosikan Green Productivity di Asia Pasifik adalah Asian Productivity Organization (APO), dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya dan bertindak sebagai National Productivity Organization (NPO) yang sedang giat-giatnya mempromosikan Green Productivity. Akankah tenaga kerja Indonesia mampu mengimplementasikan produktivitas yang tinggi sembari memelihara lingkungan yang ramah, sungguh menjadi tugas berat bagi Departemen Tenaga Kerja dan unit-unit produktivitas dibawahnya.
Keberhasilan meningkatkan produktivitas tenaga kerja maupun perusahaan secara nasional akan berdampak meningkatnya daya saing nasional, mendorong pertumbuhan ekonomi, perluasan usaha, pengurangan pengangguran, dan dapat dijadikan sebagai alat pengambil kebijakan selanjutnya. Bagi perusahaan, dampak yang akan terjadi adalah peningkatan kualitas barang/jasa sebagai produk perusahaan, meningkatnya daya saing perusahaan, berkembang dan lestarinya perusahaan, tercapainya hubungan industrial yang baik dan perluasan kesempatan kerja dan berusaha. Bagi personil sendiri akan terbangun etos kerja dan spirit yang tinggi, meningkatnya pendapatan dan jaminan sosial, terpenuhinya standard hidup dengan harkat dan martabat yang tinggi. Masalah kedepan adalah dapatkah produktivitas tenaga kerja Indonesia diarahkan untuk menyelamatkan energi fossil yang sudah demikian menipis dan mencegah percepatan peningkatan suhu global, yang saat ini dampaknya sudah sangat dirasakan di berbagai belahan dunia? Dalam hal ini, Pemerintah, sejalan dengan implementasi Protokol Kyoto, melalui Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional telah mentargetkan bahwa energi yang berasal dari fossil atau minyak bumi akan diturunkan penggunaannya dari 55% menjadi lebih kecil 20% pada tahun 2025, dan sebagai penggantinya adalah dengan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan sampai 17% dengan perincian 5% biofuel, 5% panas bumi, 5% energi baru terbarukan lainnya seperti biomass, nuklir, tenaga air skala kecil, tenaga surya, dan tenaga angin, dan 2% energi bahan bakar lain dari hasil pencairan batu bara. Sisanya berasal dari gas bumi dan batu bara. Sanggupkah kita mencapai target ini dengan produktivitas yang tinggi. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap insan cendikia Indonesia, untuk membangun hari depan yang lebih baik. Salam Produktivitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar