Selasa, 10 Juni 2008

REDUKSI RISIKO

MANAJEMEN KECELAKAAN RADIASI LUAR KAWASAN TERPADU

Dalam rangka mereduksi risiko dari suatu instalasi yang berpotensi melepaskan bahan berbahaya dapat dilakukan dalam 3 kategori yaitu kategori pencegahan, reduksi dan kesiapsiagaan kedaruratan. Pada kategori pencegahan dilakukan melalui pencegahan pelepasan sumber bahan berbahaya dengan menggunakan teknologi maupun proses yang proven, perencanaan pemanfaatan lahan untuk menghindari penduduk terkena pelepasan bahan berbahaya yang tinggi, dan menghindarkan angkutan bahan berbahaya melewati wilayah dengan penduduk padat. Dalam kategori reduksi dapat dilakukan dengan penambahan peralatan atau instrumentasi yang dapat mengurangi kemungkinan dampak kecelakaan maupun dengan menerapkan manajemen keselamatan instalasi, menerapkan rencana pemanfaatan ruang di sekitar instalasi dengan benar sehingga tidak terjadi perkembangan penduduk yang semakin tinggi di sekitar instalasi berbahaya. Oleh karena itu ditinjau dari sisi reduksi risiko proses pemilihan tapak, perancangan, konstruksi, operasi dan bahkan dekomisioning diartikan sebagai suatu usaha terpadu untuk mencegah risiko yang lebih besar bila terjadi suatu kecelakaan.

Selanjutnya dalam kondisi terjadi kecelakaan, maka kesiapsiagaan darurat dan keahlian dalam merespon kondisi darurat sangat berperan memegang peranan penting dalam mereduksi risiko [1]. Sebagaimana diketahui bahwa risiko adalah perkalian frekuensi kejadian dikalikan dengan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh bahan berbahaya tersebut [2]. Semakin lama penanganan kondisi kecelakaan semakin besar dampak yang ditimbulkannya terhadap manusia maupun lingkungan. Oleh karena itu sangat diperlukan manajemen kecelakaan luar kawasan (off-site) yang terpadu yang dapat mengendalikan akumulasi sumber berbahaya sampai kepada manusia dan lingkungan.

Khusus pada instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) maka langkah-langkah manajemen kecelakaan terpadu dapat dilakukan sebagai berikut ini. Pertama, melakukan studi prakiraan penyebaran bahan radiasi dalam kondisi normal dan kecelakaan dan dampaknya terhadap penduduk dan lingkungan secara spasial dan temporal selama usia hidup PLTN tersebut. Secara spasial dimaksud agar peta pemanfaatan lahan sebagai pemukiman, perkantoran, industri, sawah, perkebunan, hutan, bangunan bersejarah, sungai, jalan, dan lain lain dapat diketahui dan diperkirakan risiko yang mungkin terjadi. Secara temporal dimaksud agar dapat diketahui perkembangan perubahan kondisi sekitar PLTN selama usia PLTN dan perkembangan dampak yang ditimbulkannya. Dari studi ini akan diperoleh data sensitifitas perubahan dosis radiasi dari kondisi normal ke kondisi kecelakaan, lokasi penyebaran bahan radiasi, critical group, zona radiasi, zona kedaruratan, dan kecendrungan perubahan dampak selama usia PLTN.

Kedua, berdasarkan analisis tersebut dirancanglah suatu sistem monitoring dan peringatan dini yang berfungsi untuk memonitor perkembangan paparan radiasi dan dalam kondisi melebihi batas yang telah ditetapkan maka sistem akan mengirimkan peringatan dini untuk segera mengambil tindakan proteksi (protecive action).

Ketiga, langkah tindakan proteksi akan sangat dibantu bila manajemen kecelakaan dilengkapi dengan prosedur otomatis menganalisis prakiraaan besar dan arah dosis terkini dan hasil pengukuran dosis paparan terkini. Hasil prakiraan ini menetukan langkah-langkah yang harus diambil selanjutnya, misalnya bila dosis melebihi tingkat interfensi operasional (Operational Intervention Level, OIL) maka langkah penanggulangan tertentu harus dilakukan. Berikut ini adalah beberapa upaya penanggulangan berdasarkan proyeksi dan pengukuran [3]:

Basis: Proyeksi; OIL; Kriteria Dasar: proyeksi menunjukkan perlu tindakan sheltering; Upaya penanggulangan: Sheltering dalam gedung dan persiapan evakuasi

Basis: Laju dosis; OIL: 1; Kriteria Dasar: 1 mSv/jam; Upaya Penangulangan: Evakuasi dan siapkan Shelter pada sektor dan sektor terdekat.

Basis: Laju dosis; OIL: 2; Kriteria Dasar: 0.2 mSv/jam; Upaya penanggulangan: minum zat penghambat thyroid, tutup jendela dan pintu, monitor radio dan TV untuk instruksi selanjutnya.

Dengan demikian langkah-langkah proteksi dapat dilakukan dengan tepat sasaran seperti sheltering, penyebaran tablet iod, evakuasi segera, evakuasi tertunda, relokasi ke tempat yang lebih aman dan lain-lain.

Sebagai contoh, pada kejadian kecelakaan nuklir di Chernobyl langkah-langkah yang diambil dalam rangka mengurangi dampak resiko adalah dengan mengevakuasi penduduk pada radius 30 km, menutup reaktor yang mengalami kecelakaan dengan teknik pengungkungan (sarkofagus), meminum tablet iod, menghancurkan hewan dan tanaman yang dekat dengan reaktor, melakukan pengawasan yang ketat terhadap tanaman dan hewan yang berada pada daerah terkontaminasi [4].

Dalam menyongsong pembangunan PLTN di Indonesia maka pengembangan peralatan manajemen kecelakaan ini harus terus dikembangkan untuk mendukung PLTN yang aman dan selamat bagi lingkungan.

Daftar Pustaka
[1] IAEA, Guideline for Integrated Risk Assessment and Management in Large Industrial Areas, TECDOC-994,IAEA, Vienna, 1998.
[2] IAEA, Probabilistic Safety Assessment, TECDOC 1209, Vienna, 2001
[3] IAEA, Generic Procedure For Determining Protective Action During Reactor Accidents, TECDOC-995, Vienna, 1997.
[4] IAEA, One decade After Chernobl, Summing Up The Consequences of The Accident, IAEA, Vienna, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar