Rabu, 19 Januari 2011

INDONESIA PERLU MENGEMBANGKAN SENDIRI TEKNOLOGI REAKTOR DAYA UKURAN KECIL MENENGAH

Oleh: Dr. Jupiter Sitorus Pane

Ditengah usaha untuk mencari solusi permasalah enegi masa depan salah satu solusi yang ditawarkan oleh masyarakat nuklir internasional adalah menggunakan energi nuklir sebagai salah satu sumber pembangkit listrik. Berbagai aktivitas telah dilakukan untuk meyakinkan dunia bahwa solusi dengan energi nuklir merupakan pilihan yang tepat, bahkan dibeberapa Negara persentasi penggunaan enegi nuklir melebihi dari persentasi sumber energi lainnya di Negara tersebut seperti Lithuania (76,23%), Perancis (75.17%), Slovakia (53.5%), Korea (34,79%), Japan (23%) dan US(20.17 %[1].Akan tetapi dalam kenyataannya kekuatiran masyarakat terhadap energi nuklir terus berlanjut denan pernyataan bahwa energi nuklir itu terlalu mahal, tidak aman, pengelolaan limbah yang belum jelas, ada kemungkinan disalah gunakan untuk tujuan proliferasi, dapat menjadi target teroris dan tidak ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan ini Badan Tenaga Atom Internasional telah membentuk Kelompok yang disebut International Project on Innovative Reactor and Fuel Cycle (INPRO) yang tugasnya menjadi fasilitator untuk mendorong perkembangan teknologi reaktor daya yang mampu menjawab berbagai kekuatiran masyarakat tersebut melalui penerapan prinsip-prinsip ekonomi, keselamatan fasilitas reaktor nuklir dan siklus bahan bakar, pengelolaan limbah, resistansi proliferasi, proteksi fisik dan lingkungan[2].
Penerapan prinsip INPRO tersebut sangat sesuai dengan konsep dikembangkannya teknologi reaktor daya ukuran kecil dan menengah (small medium sized reactor/SMR) untuk menjawab tantangan kebutuhan negara-negara kecil akan listrik namun terkendala dengan kemampuan ekonomi yang rendah, ketersediaan jaringan listrik yang kecil dan kebutuhan energi yang tidak terlalu besar. Pada tahun 2006, lebih dari 50 konsep dan rancangan reaktor innovative ukuran kecil dan menengah telah dan sedang dikembangkan baik sebagai program Nasional maupun Internasional, termasuk diantaranya Argentina, Brazil, China, Croatia, Perancis, India, Indonesia, Turkey, Italy, Japan, Korea, Morrocco, Federasi Rusia, Afrika Selatan, America dan Vietnam [3]. Peluang untuk pengembangan teknologi SMR ini masih sangat luas dan sampai sekarang masih beberapa teknologi saja yang sudah maju dalam rancangan dan dalam proses perijinan antara lain SMART(Korea), NuScale, mPower, IRIS (USA), dan CAREM (Argentina), KLT-40 (Rusia). Beberapa teknologi reaktor lain masih dalam taraf rancangan konsep.
Indonesia sebagai Negara yang terdiri dari 17.000 pulau besar dan kecil yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan Negara yang patut mempertimbangkan pengunaan teknologi reaktor SMR untuk pasokan energi ke pulau-pulau kecil dan terpencil atau kelompok pulau-pulau untuk mendukung roda pembangunannya. Sebagai contoh, saat ini provinsi Kepulauan Bangka Belitung sedang giat-giatnya merencanakan penggunaan energi nuklir sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kekurangan energinya. Bila dilihat dari kebutuhan domestik saja maka Provinsi Bangka Belitung akan memerlukan pembangkit listrik nuklir SMR, tetapi karena Bangka Belitung berkeinginan menjadi pemasok Listrik ke Sumatra dan Jawa maka Provinsi Bagka Belitung perlu membangun beberapa Reaktor Nuklir ukuran Besar (1000 MWe). Masih banyak pulau-pulau kecil dan terpencil di Indonesia yang perlu mendapat pasokan listrik untuk pembangunannya sehingga Indoensia dapat menjadi pasar yang potensial bagi penggunaan teknologi reaktor SMR.
Melihat perkembangan teknologi SMR yang masih bertumbuh dan adanya peluang pasar yang cukup potensial di Indonesia, perlu dipikirkan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu perancang dan pengembang teknologi reaktor SMR bukan lagi sebagai penerima teknologi saja. Hal ini sangat memungkinkan karena Indonesia telah memiliki pengalaman yang panjang dalam bidang Teknologi Reaktor Riset dengan memiliki tiga Reaktor Riset di Bandung, Jogyakarta dan Serpong. Secara khusus, Indonesia (dalam hal ini diwakili BATAN) juga telah memiliki satu Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir dan Pusat Penelitian Nuklir lain di BATAN yang sudah melakukan berbagai penelitian terkait teknologi reaktor daya SMR. Keterlibatan Jurusan Fisika ITB dalam collaborative project dengan Badan Tenaga Atom Internasional, IAEA dalam pengembangan Teknologi Reaktor Daya SMR yang dimotori oleh Prof. Dr. Zakie Su’ud[4] telah pula memberi kontribusi terhadap kesiapan tenaga professional Indonesia menyongsong penguasaan teknologi reaktor. Saat ini seorang professional nuklir Indonesia Dr. Muhammad Hadid Subki merupakan seorang pemimpin teknis bidang Reaktor Daya SMR di Badan Tenaga Atom Internasional di Wina Austria.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah penelitian dan pengembangan nuklir di Indonesia siap menjadi penyedia teknologi atau hanya sekedar menjadi penerima teknologi sementara pasar teknologi itu sendiri ada di Indonesia. Umumnya Negara-negara yang banyak menggunakan energi nuklir sebagai sumber energinya secara otomatis merupakan Negara penyedia teknologi nuklir itu sendiri. Korea Selatan pada saat memulai program PLTNnya (Nuclear Power Plan) pada tahun 1972 adalah Negara penerima teknologi nuklir dari USA tetapi sekarang Korea sudah berubah menjadi Negara pemasok teknologi nuklir nomor satu di dunia. Hal ini dapat terjadi karena sejak pembangunan PLTN pertamanya Korea Selatan mendapat alih teknologi dari USA sebagai bagian dari perjanjian kontrak.
Peluang Indonesia untuk menjadi mengembangkan teknologi nuklir SMR masih terbuka lebar melalui keterlibatan aktif dalam collaborative project dengan kelompok International Project on Innovative Reactor Technology and Fuel Cycle (INPRO) maupun dalam kegiatan Coordination Research Program dengan kelompok Teknologi Reactor SMR di IAEA. Dengan kegiatan ini tentu masyarakat semakin diyakinkan akan kemampuan sumberdaya manusia Indonesia untuk memasuki era nuklir di Indonesia.
Penulis adalah konsultan yang pernah bekerja di Badan Tenaga Atom International (IAEA) pada tahun 2009 dan 2010, sekarang bekerja sebagai peneliti di Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN, Serpong.


Reference:
[1] IAEA, Power Reactor Information System, Vienna, 2010. http://www.iaea.org/programmes/a2/index.html
[2] IAEA, Guidance for the Applicationof an Assessment Methodology for Innovative Nuclear Energy Systems INPRO Manual —Overview of the Methodology
[3] IAEA, Status of Innovative Small and Medium Sized Reactor Design 2005: Reactor with conventional RefuellingSchemes. IAEA-TECDOC-1485, Vienna (2006).
[4] SU’UD, Z., The role of nuclear energy in Indonesia in the 21st Century, GENES4/ANP2003, p 1227(Proc. Int. Conf., Kyoto, Japan, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar