Oleh: Dr. Jupiter Sitorus Pane.
Seperti yang disampaikan oleh Direktur jenderal Badan Tenaga Atom Internasional IAEA pada Konferensi Umum ke-54, 60 negara negara berkembang telah menunjukkan keinginannya untuk membangun PLTN dan diperkirakan 15-30 PLTN akan dibangun sebelum tahun 2030. Perkembangan ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang ketersediaan bahan bakar nuklir maupun penyimpanan bahan bakar nuklir bekas dan sampah nuklir lainnya dimasa mendatang.
Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi pembahasan yang sangat serius dalam 10 tahun terakhir ini dinatdai dengan dikeluarkannya resolusi IAEA pada tahun 2000 dengan membentuk suatu project internasional yang diberi nama Internasional Project on Innovative Nuclear Reactor and Fuel Cycle (INPRO) yang tugas pokoknya memikirkan masalah yang terkait dengan keberlanjutan energi nuklir melalui langkah-langkah inovasi.INPRO Methodolody dikembangkan sebagai salah satu alat untuk menilai apakah suatu sistem energi nuklir yang sedang direncanakan di dalam suatu negara telah memenuhi persyaratan keberlanjutannya. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan sehingga investasi yang sudah cukup besar dikeluarkan akan menjadi tidak bermanfaat karena tidak tercapainya keberlanjutan sistem energi nuklir. Untuk maksud ini, dalam perencanaan sistem energi nuklir nasional perlu dilakukan evaluasi dengan tinjauan dari sisi ekonomi, keselamatan, lingkungan, keamanan fisik, jaminan tidak digunakan untuk tujuan senjata, siklus bahan bakar dan limbah. Langkah ini sering disebut langkah inovasi secara institutional. Langkah institusional lain yang tengah digarap adalah pembahasan tentang persiapan regulasi maupun institusi untuk menangani pengiriman Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang berdaya nominal kecil dan dapat dipindah-pindahkan (trasportable).
Berbagai kegiatan berkaitan dengan inovasi teknologi telah dilakukan melalui proyek kolaborasi antar lembaga penelitian maupun perorangan dalam menangani masalah-masalah teknologi, termasuk diantaranya melakukan inovasi terhadap pengembangan reaktor cepat sehingga pemanfaatan Uranium 235 dapat dikurangi secara significant. Hal ini sangat perlu untuk mengurangi kecepatan kelangkaan Uranium di masa mendatang.
Dalam INPRO Dialog Forum baru baru ini yaitu dari tangal 4-7 Oktober 2010 telah pula dibahas menganai pendekatan Multilateral untuk menangani berbagai aspek dalam pemanfaatan Teknologi Nuklir. Dalam pertemuan ini dimunculkan wacana untuk mengembangan sharing infrastructure khususnya yang berkaitan dengan pasokan bahan bakar nuklir, limbah radioaktif tingkat tinggi, temasuk sharing kepemilikan bagi negara-negara yang kecil dalam suatu region sehingga kebutuhan listiknya dapat terpenuhi secara bersama.
Dalam kaitannya dengan rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesungguhnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melangkah karena dunia bahu membahu dalam membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dalam suatu project internasional yang disebut INPRO.
Untuk mewujudkan pembangunan PLTN pertama untuk negara-negara yang sudah menunjukkan keinginan untuk membangun PLTN, Badan Internasional IAEA juga telah menyediakan suatu group khusus yang disebut Integrated Nuclear infrastructure Group (INIG). Group ini diberi tugas khusus untuk membantu negara-negara berkembang secara sistematis dalam merencanakan pembangunan PLTNnya.
Senin, 11 Oktober 2010
Dunia Bahu Membahu Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bagi Negara Berkembang.
Label:
Teknologi Nuklir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar