Dapatkah wilayah geography yang dikenal tidak stabil mendukungan pembangkit listrik tenaga nuklir, atau apakah negeri Indonesia akan tetap gelap?
Indonesia, yang menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah tempat bagi sebagian besar gempa bumi di dunia dan setidaknya 155 pusat kegiatan vulkanik, ingin memasuki dunia tenaga nuklir. Secara perlahan seorang pejabat negara mengumumkan di Jakarta pada pertemuan baru-baru ini di di Badan Pengawasan Tenaga Nuclear (Nuclear Energy Regulatory Agency) bahwa pemerintah bermaksud membangun jalan menuju ketidak bergantungan energy melalui Energi Nuklir.
Badan Pengawasan Energy Nuklir dan Badan Tenaga Nuklir Nasional, badan yang bertanggung jawab atas aktivitas nuklir di negara tersebut sedang melakukan pelatihan terhadap stafnya. Indonesia dilaporkan telah memiliki lebih dari 100 orang terlatih di bidang teknologi nuklir dan memiliki tiga reaktor riset yang sedang beroperasi. Menteri Negara Riset dan Teknologi Suharna Surapranata, dalam kabinet baru yang berusia kurang dari dua bulan, mengumumkan bahwa ia mengharapkan Badan tersebut melaksanakan rencana awal pembangunan Instalasi Nuklir "yang dalam tanda kutip dimulai tahun 2016" walaupun beberapa analis industri mengatakan hal ini akan memakan waktu lebih lama dari pada ia berpikir, mungkin sampai 2020, atau nanti.
Indonesia secara historis sering mengalami masalah dalam menjawab pertanyaan yang muncul tentang energi nuklir yang berkaitan dengan keprihatinan mengenai kondisi geografi yang tidak stabil. Pada tahun 2007, hampir 4.000 pengunjuk rasa berkumpul di Muria di Jawa Tengah untuk meminta pada pemerintah membatalkan rencana membangun instalasi nuklir. Indonesia terletak melintang di wilayah yang disebut “Ring of Fire”, tempat pertemuan lempeng tektonik yang tidak stabil antara Indo-Australia, Indo-Cina, Pasifik dan Filipina.
Diperkirakan oleh United Nations Office of Humanitarian Affairs bahwa 90 persen gempa bumi dunia terjadi di 7.000 pulau yang membentand negara Indonesia. Pada bulan September, lebih dari 1.100 orang tewas dalam gempa bumi berkekuatan 7,6 yang melanda Sumatera Barat. 81 lainnya tewas dalam satu sebelumnya yang melanda Jawa Barat. Diperkirakan 350.000 bangunan runtuh di Yogyakarta, 45.000 di Jawa Barat dan lebih dari 135.000 di Sumatera Barat sebagai akibat gempa. Dengan demikian, barisan oposisi nasional harus dapat diatasi secara local yaitu wilayah pertama untuk PLTN Bukit Muria di Jawa dan di Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara sendiri.
Meskipun demikian, argumen bahwa Indonesia harus memiliki tenaga nuklir secara matematis tak terbantahkan. Hal ini didasarkan pada permintaan dan penawaran energi dan perilaku sosial dan administratif dalam sebuah negara yang penduduk akan mencapai 285 juta pada pertengahan abad. Produk domestik bruto, marginal terpengaruh oleh krisis kredit global yang dimulai pada tahun 2008, diperkirakan oleh Bank Dunia akan meningkat dengan sehat 5,4 persen pada tahun 2010 dan 6,0 persen pada tahun 2011. Dari 1980 hingga 2006, yaitu tahun yang data angkanya tersedia, konsumsi listrik tahunan meningkat hampir sepuluh kali lipat dari 11.299 billion kwh, menurut Badan Energi Internasional, dan ini akan terus naik tanpa dapat ditawar lagi.
Negara yang terus-menerus mengalami krisis listrik, yang berakibat pada pemadaman bergilir secara reguler di Jakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya, adalah produk dari kondisi yang merupakan gabungan dari masalah korupsi dan masalah logistik distribusi energi dan pasokan bahan bakar dan persaingan yang semakin ketat dengan berbagai jenis bahan bakar. Bank Pembangunan Asia baru-baru ini mengumumkan bahwa Indonesia harus menginvestasikan US $ 4 miliar untuk memperbaiki efesiensi energy pada sektor riil selama lima tahun agar perekonomian Indonesia bisa lebih kompetitif.
Program energi pertama dilaksanakan mulai pada tahun 2006 dan direncanakan untuk menambah 10.000 megawatt daya pada grid. Ini sudah termasuk beberapa tahun tertunda dari jadwal dan secara nyata tertunda oleh harga energi yang terlalu rendah, harga pasokan batubara tidak stabil dan masalah-masalah logistik besar, ditambah lagi masalah meyakinkan bank ekspor Cina untuk meminjamkan dana yang kurang mendapat jaminan negara, dan dengan seluruh kegiatan yang dilaporkan mengalami kendala dan penundaan berbagai Kementrian dalam masalah izin, perijinan dan prosedur, ditambah lagi dengan dampak negatif dari tradisi korupsi dan inefisiensi yang terjadi pada tubuh PLN, monopoli kekuasaan oleh lembaga utilitas negara dan administrasi publik,
Pemerintah meminta kepada produsen batu bara, yang enggan mencadangkan, 30 persen dari output mereka untuk digunakan dalam negeri pada saat harga ekspor jauh lebih tinggi daripada yang domestik. Haruskah produsen ekspor batubara atau gas LNG yang meraih keuntungan dengan mempertahan pasar dunia atau memasok pasar domestic yang lebih dalam negeri yang lebih menderita dan miskin dan tidak memiliki pelabuhan, kereta api, jalan atau saluran pipa yang memadai?
Indonesia hanya memiliki sekitar 30 gigawatts (Gwe) daya dalam grid nasional saat ini dan memerlukan tambahan 5 GW setiap tahun untuk masa yang akan datang. Artinya kebutuhan yang yang akan datang diperkirakan sebesar 55 GW pada tahun 2015 dan 80 Gwe 2020. Ini belum termasuk pasokan dari 20.000 pembangkit listrik swasta yang lebih kecil dalam perdagangan dan industri, maupun pasokan untuk kebutuhan 35 persen dari penduduk Indonesia - 82 juta - yang belum terhubung dengan grid dan memiliki sedikit atau sama sekali tidak ada listrik.
PLTN di Muria, jika dapat mengatasi masalah protes dari masyarakat lokal, diproyeksikan memproduksi 4.000 MWe (4 Gwe). Untuk membuat 4.000 MWe dari energi terbarukan Indonesia akan membutuhkan 1.200 Power Purchase Agreements (PPAS) atau kontrak Equipment, Procurement, and Construction (EPC), yang meliputi teknologi mini-hidro, biomassa, angin, matahari dan panas bumi, dengan separoh keberhasilam pembiayaan dan 60 proyek yang harus selesai dalam setahun.
Pada saat ini industri maupun pemerintah tidak bisa melakukan hal dimaksud di atas. Target tersebut tidak mungkin dilakukan dengan kapasitas kerangka regulasi, administrasi publik dan sektor swasta.
Usulan kedua adalah menyusun program percepatan listrik 10.000 MWe untuk mencoba mengatasi pemadaman total dan krisis listrik di Jakarta dan provinsi-provinsi dengan mengembangkan energi panas bumi sebesar 42%. Tapi tak seorang pun pernah membuat pembangkit listrik tenaga panas bumi sebagaimana mereka usulkan, melalui eksplorasi dan membuat kesepakatan dengan pemerintah daerah, yang notabene belum dapat menawarkan kepada investor, belum adanya jaminan terhadap risiko komersial dan politik, misalkan mereka sudah memiliki keahlian tetapi belum memiliki kapasitas.
Seperti yang sudah dilaporkan Indonesia memiliki lebih dari 100 tenaga terlatih dalam bidang teknologi nuklir dan tiga reaktor riset yang beroperasi. Siemens Indonesia, sebuah unit rekayasa Jerman dan perusahaan teknologi Siemens AG, sedang membuat condenser untuk turbin uap terbesar listrik tenaga nuklir di dunia, berlokasi di Finlandia.
Akan tetapi penggunaan tenaga nuklir tidak akan bisa terlaksanan di Indonesia tanpa adanya modernisasi sosial dan politik untuk menciptakan budaya public yang diperlukan untuk persetujuan, mengatur dan mempertahankan teknologi nuklir. Seperti yang dikatakan Jenderal Charles de Gaulle di Perancis, energi nuklir adalah jalan yang tepat menuju modernisasi. Dia akan memaksa suatu negari untuk berubah.
Dan seperti di Asia yang ditandai dengan konsumsi massal, pusat perbelanjaan besar, dan pertumbuhan ekonomi, dan menunjukkan kepada Barat bahwa dia dapat menjadi yang terbaik, yang memerlukan peningkatan besar dalam permintaan energi. Itu sebabnya sebagian besar instalasi tenaga nuklir baru akan dibangun di Asia, bersamaan dengan 70 PLTN yang sedang beroperasi atau sedang dibangun di Cina, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Pakistan dan India. Ini merupakan solusi dengan volume dan teknologi tinggi bagi masyarakat yang tidak belum dapat bergeser dengan cepat untuk menurunkan pertumbuhan dan pola konsumsi yang ramah lingkungan.
Buku teks teori pembangunan yang anti dengan praktek politik dan sosial modern akan hilang. Cara lain untuk dapat memenangkan penyelesaian masalah energi ini sulit dibayangkan dan akan memerlukan upaya yang lebih besar dari pada yang sudah ada. Jadi target energi terbarukan dan hijau hanya dapat dipenuhi jika tenaga nuklir disertakan. Dan Indonesia harus diterima sebagai negara yang memiliki tenaga nuklir, ada atau tidak ada lempeng tektonik.
Ditulis oleh Dr. Terry Lacey, ahli dalam bidang ekonomi pembangunan yang menulis dari Jakarta diterjemahkan oleh Jupiter Sitorus. http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2184&Itemid=202
Selasa, 08 Desember 2009
Indonesia dan Tenaga Nuklir
Label:
Energi Nuklir
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar