Senin, 11 Oktober 2010

Dunia Bahu Membahu Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bagi Negara Berkembang.

Oleh: Dr. Jupiter Sitorus Pane.

Seperti yang disampaikan oleh Direktur jenderal Badan Tenaga Atom Internasional IAEA pada Konferensi Umum ke-54, 60 negara negara berkembang telah menunjukkan keinginannya untuk membangun PLTN dan diperkirakan 15-30 PLTN akan dibangun sebelum tahun 2030. Perkembangan ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang ketersediaan bahan bakar nuklir maupun penyimpanan bahan bakar nuklir bekas dan sampah nuklir lainnya dimasa mendatang.
Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi pembahasan yang sangat serius dalam 10 tahun terakhir ini dinatdai dengan dikeluarkannya resolusi IAEA pada tahun 2000 dengan membentuk suatu project internasional yang diberi nama Internasional Project on Innovative Nuclear Reactor and Fuel Cycle (INPRO) yang tugas pokoknya memikirkan masalah yang terkait dengan keberlanjutan energi nuklir melalui langkah-langkah inovasi.INPRO Methodolody dikembangkan sebagai salah satu alat untuk menilai apakah suatu sistem energi nuklir yang sedang direncanakan di dalam suatu negara telah memenuhi persyaratan keberlanjutannya. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan sehingga investasi yang sudah cukup besar dikeluarkan akan menjadi tidak bermanfaat karena tidak tercapainya keberlanjutan sistem energi nuklir. Untuk maksud ini, dalam perencanaan sistem energi nuklir nasional perlu dilakukan evaluasi dengan tinjauan dari sisi ekonomi, keselamatan, lingkungan, keamanan fisik, jaminan tidak digunakan untuk tujuan senjata, siklus bahan bakar dan limbah. Langkah ini sering disebut langkah inovasi secara institutional. Langkah institusional lain yang tengah digarap adalah pembahasan tentang persiapan regulasi maupun institusi untuk menangani pengiriman Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang berdaya nominal kecil dan dapat dipindah-pindahkan (trasportable).
Berbagai kegiatan berkaitan dengan inovasi teknologi telah dilakukan melalui proyek kolaborasi antar lembaga penelitian maupun perorangan dalam menangani masalah-masalah teknologi, termasuk diantaranya melakukan inovasi terhadap pengembangan reaktor cepat sehingga pemanfaatan Uranium 235 dapat dikurangi secara significant. Hal ini sangat perlu untuk mengurangi kecepatan kelangkaan Uranium di masa mendatang.
Dalam INPRO Dialog Forum baru baru ini yaitu dari tangal 4-7 Oktober 2010 telah pula dibahas menganai pendekatan Multilateral untuk menangani berbagai aspek dalam pemanfaatan Teknologi Nuklir. Dalam pertemuan ini dimunculkan wacana untuk mengembangan sharing infrastructure khususnya yang berkaitan dengan pasokan bahan bakar nuklir, limbah radioaktif tingkat tinggi, temasuk sharing kepemilikan bagi negara-negara yang kecil dalam suatu region sehingga kebutuhan listiknya dapat terpenuhi secara bersama.
Dalam kaitannya dengan rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesungguhnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melangkah karena dunia bahu membahu dalam membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dalam suatu project internasional yang disebut INPRO.
Untuk mewujudkan pembangunan PLTN pertama untuk negara-negara yang sudah menunjukkan keinginan untuk membangun PLTN, Badan Internasional IAEA juga telah menyediakan suatu group khusus yang disebut Integrated Nuclear infrastructure Group (INIG). Group ini diberi tugas khusus untuk membantu negara-negara berkembang secara sistematis dalam merencanakan pembangunan PLTNnya.
Read More...

Konferensi Umum ke 54 Badan Tenaga Atom Internasional

Konferensi umum Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA, International Atomic Energy Agency) telah berlangsung 20-24 Septermber yang lalu yang diikuti oleh 151 negara anggota dengan jumlah delegasi sebanyak 1300 orang. Setiap negara anggota menyampaikan pandangannya untuk berbagai aspek yang terkait dengan penggunaan nuklir untuk tujuan damai di negara masing-masing .
Dalam sambutannya Direktur Jenderal IAEA, Y. Amano menyampaikan bahwa perkembangan akan pentingnya energi nuklir telah memberikan dampak yang besar terhadap volume kerja di IAEA khususnya dalam memenuhi kebutuhan negara-negara pendatang baru dalam pemanfaatan energi nuklir. Saat ini ada sebanyak 60 negara yang sudah menyatakan keinginan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), diharapkan akan ada sebanyak 15-30 PLTN yang sudah terbangun sebelum tahun 2030. Untuk maksud tersebut ada empat kebijakan yang diambil oleh IAEA saat ini yaitu:Pertama, Badan ini akan terus berupaya untuk menjawab kebutuhan negara-negara yang akan membangun PLTN. Untuk maksud ini, IAEA telah menambah staf maupun tenaga ahli yang diperbantukan ke IAEA (cost free expert) untuk membantu negara-negara pendatang baru dalam dunia energi nuklir.
Kedua, mendorong institusi-institusi peminjam uang internasional untuk mendorong project nuklir ini dan lebih terbuka dalam memberikan bantuan.
Ketiga, memberi apresiasi yang lebih besar terhadap kehadiran teknologi nuklir dalam mengurangi dampak perubahan iklim,
Keempat, mendorong peningkatan aktivitas bersama dan penyebaran informasi berkaitan dengan pengelolaan limbah radioaktif.
Untuk mencapai sasaran ini IAEA juga terus mendorong akan pentingnya tugas IAEA sebagai pemercepat inovasi, sebagai contoh, melalui INPRO (International Project on Innovative Nuclear Reactors and Fuel Cycles). Melalui INPRO dilakukan pertemuan atau dialog antara pemilik teknologi dan pengguna teknologi untuk menentukan bersama-sama hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian inovasi dibidang teknologi nuklir. Sebagai informasi, Indonesia sangat aktif berperan dalam kegiatan INPRO dengan mengirimkan tenaga ahli yang diperbantukan di bidang ini (CFE) sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Direktur Jenderal IAEA juga menyampaikan usaha-usaha untuk menjamin keberlanjutan pasokan bahan bakar nuklir di masa mendatang. Beliau telah menanda tangani kesepakatan dengan Rusia untuk membangun suatu cadangan uranium pengayaan rendah untuk membantu pasokan bahan bakar nuklir ke negara anggota. Berbagai kegiatan dan diskusi terus dilakuan terkait dengan jaminan pasokan bahan bakar nuklir ini.
Dalam sambutannya beliau juga menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi nuklir untuk bidang-bidang non-nuklir lainnya, keselamatan dan keamanan nuklir, kerjasama teknik, verifikasi nuklir, perkembangan nuklir di Timur Tengah dalam rangka penetapan wilayah tersebut sebagai wilayah bebas senjata nuklir, verifikasi dalam rangka pelucutan senjata nuklir, dan lain-lain yang berkatian dengan isu manajemen di IAEA.
Dalam akhir sambutannya beliau menyampaikan bahwa dalam Konferensi Umum ke-54 ini telah ditetapkan topik Scientific Forum sebagai ”Cancer in Developing Country- Facing Challange.” Kegiatan ini adalah akumulasi dari berbagai kegiatan yang dilakukan pada tahun ini yang telah banyak membuahkan hasil. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan WHO. Dalam pidatonya beliau menghimbau agar negara negara berkembang juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung aktivitas program ini sehingga dapat meningkatkan kualitas kerjasama teknik proyek proyek yang terkait dengan Kanker ini.
Seluruh pernyataan pernyataan dari negara-negara anggota akan dirumuskan kembali dan resolusi-resolusi yang dihasilkan dalam konferensi ini akan dijadikan landasan kerja bagi IAEA untuk kegiatan tahun yang akan datang disamping kegiatan regular yang sudah direncanakan.
Read More...