Jumat, 13 Februari 2009

PENILAIAN RISIKO LINGKUNGAN

KARAKTERISTIK PENERIMA

1. Defenisi

Penerima atau reseptor adalah suatu komponen ekosistem yang/atau kemungkinan mendapatkan pengaruh yang merugikan oleh adanya polutan atau stessor lainnya pada lokasi yang terkontaminasi. Reseptor dapat terdiri dari komponen biotik atau abiotik (misalnya udara atau kualitas air). Dalam hal ini, manusia tidak dipertimbangkan sebagai reseptor ekologis.
Untuk kemudahan maka penggunaan standar baku umumnya dipakai untuk mengkarakteristikan reseptor pada lokasi tertentu. Akan tetapi dengan adanya keragaman alami sistem lingkungan tidak memungkinkan hal itu dilakukan, dan oleh karenanya karakterisasi reseptor sangat tergantung pada penetapan ahli mencakup kompleksitas ekologis spesifik lokasi Umumnya, fokus utama dari karakterisasi reseptor adalah populasi indigenus dari sumber daya seperti hewan dan tanaman. Namun hal lain yang penting juga adalah proses ekosistem alami (misalnya produksi, dekomposisi) yang mungkin dipengaruhi oleh stressor dan pertimbangan- pertimbangan migrasi spesies. Sebagai contoh proses ekosistem alami adalah pengaruh struktur atau fungsi ekosistem yang mempengaruhi kemampuan ekosistem untuk menghasilkan nilai produk bagi manusia (misalnya ikan) atau membentuk fungsi vital seperti perlindungan erosi.
Spesies yang melakukan migrasi, yang hanya melalui wilayah dalam waktu yang singkat, mungkin akan terkonsentrasi pada habitat tertentu, misalnya wilayah burung sepanjang jalur migrasi, wilayah pembiakkan ikan, yang sangat rentan terhadap dampak tingkat populasi. Keberadaan kontaminan pada spesies migrasi tidak dapat digeneralisasikan berasal dari sumber tertentu, jika sumber tersebut tidak menunjukkan tanda khusus. Spesies migrasi yang muda yang diproduksi di dekat wilayah kontaminan adalah lebih rentan dari populasi indegeneous dan konsentasi jaringannya nampaknya merupakan hasil dari sumber-sumber lokal. Namun demikian, kontaminan dapat diturunkan dari induk betina ke anak-anaknya melalui telur dan pengaruh-pengaruh ini juga harus dipertimbangkan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka hal-hal yang perlu dalam mengidentifikasi reseptor meliputi hal hal berikut ini:
 Identifikasi tingkat organisasi, misalnya, tingkat individu, populasi, komunitas dan ekositem.
 Evaluasi atribut struktural dan fungsional
 Mempertimbangkan skala spatial dan temporal
 Mempertimbangkan migrasi dan distribusi spesies
 Menjamin bahwa reseptor relevan terhadap evaluasi alternatif pemulihan,
sedangkan karakteristik Habitat meliputi :
 Atribut-atribut fisik dan kimia
 Mempertimbangkan sensitivitas dan kerentanan habitat

2 Karakteristik Habitat
Terdapat dua tujuan utama dalam pengumpulan informasi habitat. Pertama adalah membantu dalam menggambarkan niche spesies untuk populasi yang menjadi perhatian. Kedua, menghasilkan data latar belakang mengenai atribut struktural/fisik dan atribut kimia lingkungan yang mempengaruhi respon biotik terhadap stressor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Karakteristik struktural dan fisik habitat untuk mengkarakteristik reseptor









Karakteristik struktural atau fisik Contoh
Topografi local dan kofigurasi tiga dimensional dari habitat pada tingkat resikonya Ketinggian, landscape, geografi utama untuk setiap habitat yang neditif terhadap lokasi terkontaminasi
Karakteristik daerah Aliran Sungai Penutupan permukaan, tipe tanah, geologi hidrologi permukaan dan air bawah tanah
Data Iklim dan Klimat Regim temperature,presipitasi
Perubahan fisik habitat Perubahan Anthropogenik
Habitat tertentu yang sensitive Lahan basah yang berpotensi menahan pelepasan kontaminan dalam jangka waktu panjang, lokasi dengan sejarah sensitivitas tertentu (misalnya pembiakan ikan atau wilayah kawin, wilayah sarang burung), habitat yang memiliki arti penting penting ekologis bagi local atau regional (misalnya : lokasi air terjun)


3 Spesies dan Populasi
Cakupan dari sebagian besar penilaian risiko ekologi terbatas pada satu atau beberapa spesies dan umumnya untuk populasi tertentu. Hal ini dilakukan terkait pada pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan, ekonomi, dan keterbatasan data karakteristik habitat dan spesies yang tinggal di dalamnya. Oleh karena itu dalam mengkarakterisasi reseptor tidaklah penting untuk membentuk daftar inventaris untuk semua spesies yang ada, tetapi mungkin akan lebih berguna bila fokus diberikan pada spesies yang:
 Berpotensi peka terhadap stressor dari lokasi terkontaminasi
 Dipandang oleh pemerintah pusat atau daerah sebagai spesies yang terancam dilindungi.
 Migrasi (burung dan ikan), dimana proporsi populasi yang signifikan terkonsentrasi pada lokasi yang terkontaminasi selama periode tertentu.
 Dominan dalam komunitas biologis lokal atau berfungsi sebagai spesies kunci didalam ekosistem yang berdekatan
 Dipandang sebagai indikator baik
 Nilai estetik atau nilai dari populasi masyarakat
 Arti penting untuk rekreasional dan komersial
Table 2 menunjukkan contoh-contoh karakterisasi atribut sturktural dan fungsional untuk spesies dan populasi yang berguna dalam mengkarakterasi reseptor.

Tabel 2 Atribut struktural dan fungsional dari populasi dan spesies untuk mengkarakteristikkan reseptor






Atribut struktural / Fungsional Contoh
Atribut struktural
 Daftar spesies yang ditemukan pada atau di sekitar lokasi yang terkontaminasi.
 Keberadaan spesies-spesies yang terancam dan dilindungi
 Keberadaan spesies-spesies yang toleran
 Spesies-spesies yang secara historis tidak ada di lokasi tetapi sekarang tidak ada lagi
 Spesies-spesies yang secara histories tidak ada dilokasi tetapi sekarang ada dilokasi
 Keseluruhan kepadatan populasi
 Massa individu
 Jumlah dan didistribusi polulasi dalam suatu komunitas
 Struktur kelas umur
 Data sejarah kehidupan
 Proporsi induk betina yang sudah dewasa
 Kesuburan induk betina yang sudah dewasa
 Kemungkinan kumulatif dari kemampuan hidup kematangan umur reproduktif
 Kesehatan individu : tingkat parasitisme atau penyakit, anomaly skeletal dan sebagainya
Atribut Fungsional
 Kebutuhan makanan
 Tingkat pencernaan
 Potensi bioakumulasi
 Kenaikan nilai intrinsic
 Perilaku kemampuan
 Pola aktivitas
 Kebutuhan habitat
 Keragaman alami menurut ruang dan waktu : misalnya apakah pola aktivitas dan kebutuhan habitat bersifat musiman atau memiliki fase yang berbeda untuk siklus hidupnya ?

4. Komunitas dan ekosistem
Jika ekosistem atau komunitas tertentu telah diidentifikasi sebagai titik akhir penilaian, tahap pertama dalam mengkarakteristikannnya adalah menyediakan informasi yang tepat terhadap lokasi dan tipe tertentu. Perangkat yang sesuai untuk mengukur reseptor adalah bervariasi menurut kondisi ekositem, apakah hutan, padang rumput, lahan basah dan sebagainya. Tak satupun parameter ini yang mudah diukur, sehingga sebelum melakukan pemilihan untuk kuantifikasi, harus didesain terlebih dahulu program yang memandu pengumpulan data dan analisisnya, didukung oleh kebutuhan data yang berbeda. Karakteristik struktural dan fungsional dari komunitas dan/atau ekosistem akan sangat berguna dalam mengkarakteristikkan reseptor ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Atribut struktural dan fungsional dari ekosistem dan komunitas untuk karakterisasi reseptor







Atribut struktural / Fungsional Contoh
Atribut structural
 Keragaman hayati
 Biomass (oleh tingkat topic)
 Kelimpahan relatif
 Dominasi
 Fungsi fungsional
 Keberadaan tahap suksesional
 Keterkaitan topic
Atribut fungsional
 Produksi utama
 Respirasi
 Dekomposisi
 Siklus
 Data kenyal
Arti penting lokal dan regional Frekuensi kejadian ekosistem tipe tertentu

5. Karakterisasi kualitatif
Tujuan utama dari screening pendahuluan adalah untuk menyederhanakan tugas dalam mengkarakteristikkan reseptor dengan membatasi pertimbangan terhadap habitat dan spesies yang paling dipengaruhi oleh stressor yang terkait dengan lokasi terkontamonasi. Habitat reseptor yang potensial dan komponen ekosistem, seperti individu, polulasi atau komunitas, diidentifikasikan melalui proses yang mencakup perimbangan-perimbangan spasial temporal yang overlaping antara stressor dari lokasi yang terkontaminasi dan komponen yang terkait dan ekosistem terdekat. Screening pendahuluan umumnya digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi data dan informasi yang tersedia, peninjau lapang dan evaluasi kualitatif dari pengaruh yang potensial. Selama screening, harus dilakukan usaha untuk mengkatalogkan semua reseptor yang penting dan sensitive di dekat lokasi yang terkontaminasi.
Jika ekosistem dan populasi yang rentan dan prosesnya telah diidentifikasi, maka dapat digambarkan sebagai hipotesis dampak yang terstruktur. Salah satu tujuan dari hipotesis adalah ini adalah secara jelas menunjukkan keterkaitan antara stressor dari lokasi yang terkontaminasi dan perubahan reseptor. Proses dalam membentuk hipotesis ini membantu dalam memilih atau memperbaiki titik akhir dalam melakukan Penilaian Risiko Ekologi.

6 Karakterisasi Kuantitatif
Karakterasasi reseptor kuantitatif memerlukan pengambilan contoh lapangan, dan program pengambilan contoh ini harus didesain untuk menghasilkan data yang memiliki kualitas dan ketepatan yang mencukupi yang sesuai dengan jenis analisis data dan interprestasinya. Sebelum pekerjaan lapang dimulai, jaminan kualitas dan program control kualitas harus dibuat sebagai panduan pengumpulan sampel dan analisisnya.
Meskipun aturan penilaian risiko ekologi sangat komprehensif tetapi tidak akan banyak bernilai jika prosedurnya yang kompleks atau kebutuhan datanya yang besar tidak dapat dijalankan. Kompleksitas dari sebagian besar ekosistem adalah menjadi penghambat yang efektif dalam membuat metode yang sangat sederhana dalam mengkarakteristikkan reseptor, baik sebagai ekosistem atau spesies ekosistem atau spesies individual. Pendekatan yang tepat terhadap karakterisasi reseptor untuk kisaran spesies dan komunitas yang lebih luas dengan wilayah studi yang lebih besar akan menghasilkan penilaian pengukuran titik akhir kuantitatif yang lebih akurat.
Read More...

Penilaian Risiko Lingkungan

PERUMUSAN MASALAH DALAM
ANALISIS DAN PENILAIAN RISIKO LINGKUNGAN

Tahapan perumusan masalah adalah tahap yang paling penting dalam proses penilaian risiko lingkungan karena mendefenisikan lingkup dan fokus bagaimana pengambilan contoh dilakukan dan analisisnya. Perencanaan yang sistematis membantu kita untuk mengidentifikasi faktor utama yang perlu diperhatikan. Dalam praktiknya baik penilai risiko dan manajer risiko harus terlibat sehingga konsensus dicapai dengan merujuk pada hasil identifikasi atau perumusan masalah (mengapa diperlukan penilaian risiko) dan membentuk tujuan sasaran, goal dan prioritas penilaian risiko. Dalam melakukan penilaian risiko dapat dilakukan dalam tiga tahapan pendekatan yaitu tahapan screening, tahapan pendahuluan dan tahapan detil dimana masing-masing melibatkan tingkat keperluan data yang berbeda namun berkelanjutan. Berikut ini diuraikan prinsip-prinsip pengambilan contoh untuk masing-masing tahap tersebut.

1. Prinsip-prinsip pengambilan contoh dalam penilaian tahap screening
Dapat dikatakan penilaian screening adalah penilaian di atas meja dan umumnya tidak memerlukan sampling. Namun, peninjauan visual pada lokasi adalah diperlukan untuk mendapatkan kedekatan feeling untuk lokasi.
Dalam penilaian screening, data yang sudah tersedia akan dievaluasi dan ditetapkan apakah mewakili lokasi atau tidak. Kualitas data akan mempengaruhi derajat ketidakpastian pada estimasi resiko dan memberikan dasar-dasar pertimbangan untuk memproses penilaian resiko ekologis secara kuantitatif. Sebagai contohnya, jika pengambilan contoh sudah difokuskan pada satu titik lokasi, maka informasi mengenai distribusi spasial mungkin akan terbatas. Pengembangan terhadap permasalahan ini akan di atasi pada penilaian risiko ekologis tahap pendahuluan, dimana sampel yang representatif diperlukan
Penilaian dampak tidak akan dapat diidentifikasi sampai dilakukannya penetapan mengenai jenis dan tingkat perubahan pada parameter lingkungan. Ada tidaknya perbedaan yang nyata dalam lingkungan akan berpengaruh dalam penilaian dan yang terpenting adalah bagaimana konsekuensi ekologisnya. Oleh kerena itu, informasi statistik harus dilakukan secara ilmiah dan terfokus pada lokasi yang spesifik
Perubahan yang berarti pada titik akhir pengukuran dapat ditetapkan dengan membandingkan wilayah dampak pada kondisi alaminya. Untuk lokasi yang terkontaminasi, data dasar biasanya tidak ada, sehingga lokasi referensi diperlukan. Wilayah referensi adalah wilayah yang sedapat mungkin sama tetapi tanpa dampak polusi. Walaupun dalam hal ini perbandingan statistik tidak dapat dilakukan, namun perbandingan terhadap data referensi dilakukan secara kualitatif. Secara ideal data historis yang diperlukan mencakup: (1) kondisi dasar sebelum suatu lokasi terkena dampak polusi, (2) pengukuran parameter pada wilayah yang diduga terkena dampak, dan (3) data referensi.

2 Prinsip-prinsip pengambilan contoh dalam penilaian tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan penilaian risiko ekologis adalah menentukan tipe pengambilan contoh dan tingkat usaha yang diperlukan. Perencanaan sebaiknya mencakup penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diuji atau hipotesis. Hipotesis adalah perbaikan lebih lanjut dari pertanyaan-pertanyaan yang mencakup informasi kriteria (misalnya suatu pengukuran dampak biologis) dan variable predictor (misalnya pengukur dampak intensitas). Hipotesis sebaiknya menggambarkan jawaban paling sederhana dari pernyataan pertanyaan sehingga dapat diuji dan mungkin juga dapat membuktikan kesalahan, seperti halnya dengan hipotesis nol, H0.
Jika pertanyaan dan hipotesis telah dibuat, informasi yang didapatkan dari penilaian screening akan membantu dalam memilih parameter, metodelogi dan desain teknik sampling yang sesuai untuk penilaian tahap pendahuluan. Rancangan pengambilan contoh yang paling efektif adalah yang terstuktur menurut pola dominan keragaman data, yang dapat bersifat musiman, terkait dengan arus, spatial dan sebagainya. Stratifikasi ini akan menghilang keragaman alami yang dominan dan penetapan pengaruh yang terkait dengan kontaminan dapat dilakukan secara efektif. Idealnya, data penilaian screening akan menentukan skema stratifikasi awal, baik spatial maupun temporal, untuk tahap penilaian pendahuluan.
Pemahaman keragaman juga merupakan kunci dalam menetapkan seberapa besar sample yang diperlukan agar dapat mewakili variable. Tanpa mengetahui keragaman parameter, adalah tidak mungkin untuk menetapkan seberapa banyak sample yang diperlukan untuk mengkarakteristikannya. ERA kuantitatifnya harus mengkarakteristikannya secara tepat keragaman dari perameter kunci.

3. Prinsip-prinsip pengambilan contoh dalam penilaian tahap detail
Pengambilan contoh (sample) untuk penilaian tahap detail difokuskan pada kesenjangan data. Jika ditetapkan bahwa keragaman temporal adalah kontributor utama untuk ketidakpastian, maka rancangan program harus mencakup musim-musim yang kritikal. Pengambilan contoh penilaian tahap detail ini memerlukan tahapan yang sama dengan tahap sebelumnya yaitu mencakup hipotesis yang dapat diuji, stratifikasi sampling dan inklusi lokasi referensi sampling.
Read More...

Kamis, 12 Februari 2009

ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN

APAKAH RISIKO?

Risiko secara harafiah dapat diartikan sebagai dampak buruk atau negatif dari suatu tindakan manusia ataupun alam. Pemahaman tentang adanya risiko ini dapat membuat seseorang melakukan pertimbangan yang lebih hati-hati dalam bertindak atau berbuat, dengan demikian orang tersebut akan memiliki kemungkinan tingkat selamat yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak memikirkan tentang risiko sebelum dia bertindak. Berbagai bentuk risiko dapat saja terjadi seperti risiko politik atau risiko legal, risiko teknologi, risiko lingkungan, risiko finansial dan lain-lain sebagainya.
Usaha untuk menganalisis berapa besar kemungkinan risiko yang akan terjadi pada suatu kegiatan manusia disebut sebagai Analisis Risiko, sedangkan usaha yang dilakukan untuk mengurangi risiko sering disebut sebagai Manajemen Risiko.
Analisis risiko dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Langkah kualitatif ditandai dengan analisis tentang penyebab kejadian dari awal hingga terjadinya suatu kecelakaan, sedangan langkah kuantitatif dilakukan dengan menghitung kemungkinan terjadinya suatu risiko. Pembahasan dalam tulisan ini dikhususkan untuk analisis risiko secara kuantitatif.
Per defenisi, risiko adalah hasil perkalian antara frekuensi terjadinya suatu kecelakaan dengan konsekuensi atau dampak suatu kecelakaan, yang secara umum dirumuskan sebagai:

Risiko = Frekuensi kejadian kecelakaan atau bencana x dampak

Dari rumusan ini dapat digambarkan suatu kondisi dimana risiko menjadi besar bila frekuensi kejadian kecelakaannya besar dan dampaknya besar dan risiko menjadi kecil bila frekuensi kejadian kecil dan dampaknya kecil, namun terdapat sisi dimana terjadi frekuensi besar tetapi dampak kecil atau sebaliknya frekuensi kecil tetapi dampak besar. Oleh karena itu pernyataan risiko banyak ditunjukkan dalam bentuk 4 zona seperti Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Zona Besaran Risiko










Kejadian dengan frekuensi yang besar tetapi dampak kecil
Tindakah yang diperlukan adalah memperkecil frekuensi kejadian
Kejadian dengan frekuensi yang besar tetapi dampak besar
(zona resiko terbesar)Tindakan yang dilakukan dengan mereduksi
frekuensi kejadian dan memperkecil dampak
Kejadian dengan frekuensi yang kecil tetapi dampak kecil (Zona risiko terkecil) Tindakan yang dilakukan tidak ada Kejadian dengan frekuensi yang tetapi dampak besar Tindakan yang dilakukan dengan memperkecil dampak

RISIKO LINGKUNGAN

Lingkungan merupakan subjek yang paling banyak mengalami risiko baik oleh akibat kondisi alam maupun oleh tindakan manusia seperti adanya pelepasan zat berbahaya ke lingkungan, penebangan hutan dan lain-lain. Sesuai dengan defenisinya maka risiko lingkungan merupakan perkalian frekuensi kejadian kecelakaan dengan dampak lingkungannya. Artinya besaran risiko lingkungan menunjukkan tingkat dampak dari sesuatu tindakan manusia atau alam terhadap lingkungan, baik terhadap manusia itu sendiri maupun terhadap ekologi.
Berbagai perbuatan manusia yang mungkin menimbulkan risiko atau kerugian terhadap manusia dan lingkungan antara lain, pembangunan suatu pabrik, pengoperasian pabrik yang mengeluarkan bahan pencemar, penebangan hutan, kebakaran hutan, dan lain-lain. Untuk melindungi masyarakat dari risiko suatu pendirian instalasi pabrik atau pembangunan infrastruktur maka kepada pemilik instalasi sebelum diberikan ijin pembangunan terlebih dahulu harus dapat membuktikan bahwa pembangunan tersebut tidak memberi dampak lingkungan terhadap masyarakat sekitar dan dalam kondisi yang tidak dapat dihindari, yaitu bila terjadi kecelakaan, maka langkah-langkah penanggulangan risiko harus sudah dipersiapkan. Usaha pembuktian ini secara formal dilakukan dengan membuat Analisis Menggenai Dampak Lingkungan.
Dalam posting berikut ini penulis mencoba menguraikan langkah-langkah yang lazim dilakukan dalam analisis risiko lingkungan yaitu (1) perumusan masalah, (2) penilaian dampak, (3) penilaian eksposure, (4) karakteristik risiko, dan analisis ketidak pastian.
Read More...